KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat tuhan yang
maha esa atas kasih dan sayangnya memberikan pengetahuan, kemampuan dan
kesempatan kepada penyusun sehingga mampu menyelesaikan penyusunan makalah
ini.Makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah pancasila.
Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih ada
kemungkinzn kekurangan-kekurangan karena keterbatasan kemampuan penyusun, untuk
itu masukan yang bersifat membangun akan sangat membantu penyusun untuk
memperbaiki kekurangannya.
Ucapan terimakasih tidak lupa kami haturkan pada dosen
pembimbing mata kuliah ini, untuk teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu kami.Semoga makalah ini dapat berguna sebagai karya dari kita dan
untuk semua.
Ciputat, November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Soekarno dalam Indonesia Menggugat (1930) dengan lantang mengatakan
rakyat Indonesia pun sekarang sejak 1908 sudah berbangkit, nafsu menyelamatkan
diri sekarang sejak 1908 sudah menitis juga kepadanya. Imprialisme modern yang
mengaut-ngaut di Indonesia itu, imprialisme modern yang menyebarkan
kesengsaraan di mana-mana,-imprialisme modern itu sudah menyinggung dan
membangkitkan musuh-musuhnya sendiri.Raksasa Indonesia yang tadinya pingsan
seolah tidak bernyawa, raksasa Indonesia itu sekarang sudah berdiri tegak dan
sudah memasang tenaga. Setiap kali ia mendapat hantaman, setiap kali ia rebah,
tetapi selalu saja ia tegak kembali. Seperti mempunyai kekuatan rahasia,
sebagai mempunyai kekuatan penghidup, sebagai mempunyai aji pancasona dan aji
cakrabirawa, ia tidak dapat dibunuh dan malah makin lama makin tak terbilang
pengikutnya (Soekarno, dalam pledoi Indonesia Menggugat 1930). Gugatan Soekarno
pada tahun 1930 tersebut masih saja relevan untuk Indonesia yang sudah 64 tahun
merdeka (80 tahun gugatan Soekarno pada penjajah), dan gugatan tersebut kembali
patut didengungkan manakala imprialisme modern semakin kuat mencengkeram
kedaulatan Indonesia kini. Imprialisme ekonomi menggurita dalam wajah
neo-liberal pada sebagian besar kehidupan berekonomi di Indonesia saat ini,
pastilah mengancam kedaulatan Negara atas sumberdaya alamnya. Pada sisi lain
paradigm Ekonomi Pancasila, praktik-praktik Ekonomi Pancasila, implementasi
sistem ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi Indonesia), semakin kurang
mendapat perhatian dari pemerintah dan kebijakan ekonomi di Indonesia.
Perdebatan konsep secara teoritik antara kapitalisme, neoliberal, dan demokrasi
ekonomi Indonesia (sistem ekonomi kerakyatan) semakin meruncing, karena
“values” yang berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa
masalah yang dapat diambil sebagai berikut :
1)
Apa pengertian system ekonomi
kerakyatan ?
2)
Apa landasan hukum yang
mengatur ekonomi kerakyatan?
3)
Apa saja nilai dasar system
ekonomi kerakyatan ?
4)
Apa saja pilar – pilar
Pancasila sebagai system ekonomi modern?
5)
Bagaimana strategi pemberdayaan
ekonomi kerakyatan?
6)
Apa tujuan penguatan ekonomi
kerakyatan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila serta untuk menambah
wawasan tentang (i) pengertian system ekonomi kerakyatan, (ii) landasan hukum
system ekonomi kerakyatan, (iii) nilai-nilai dasar system ekonomi kerakyatan,
(iv) pilar-pilar Pancasila sebagai system ekonomi kerakyatan, (v) ekonomi
kerakyatan sebagai strategi baru, dan (vi) tujuan penguatan ekonomi kerakyatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan (Demokrasi ekonomi) adalah
sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah
pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam mengendalikan jalannya roda
perekonomian Baswir (1993).
Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi
yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak
kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu
keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil
(Awang,2009).
2.2 Landasan Hukum Pancasila Sebagai Sumber Ekonomi Kerakyatan
Sistem
Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang mengacu pada amanat
konstitusi nasional, sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum
yang mengatur (terkait dengan) perikehidupan
ekonimi nasional yaitu :
1)
Pancasila (Khususnya Sila
keadilan Sosial)
2)
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945:
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.
3)
Pasal 28 UUD 1945:
““Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
4)
Pasal 31 UUD 1945: “Negara
menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan”
5)
Pasal 33 UUD 1945
a.
Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
b.
Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
c.
Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Penjelasan
pasal 33 UUD 1945 :
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi
dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan
anggota-anggota masyarakat.Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang-seorang.Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan.Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah
koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala
orang.Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara.Kalau tidak, tampuk produksi
jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak
ditindasnya.Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak
boleh di tangan seorang.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam
bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.Sebab itu harus dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
6)
Pasal 34 UUD 1945: "Fakirmiskin
dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara."
2.3 Nilai-Nilai Dasar Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem
Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai
bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila
(Mubyarto:2002) dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut :
1)
Ketuhanan, dimana “roda
kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi social dan moral”.
2)
Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu
ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak
membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan
sosial”.
3)
Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di
mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya
urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri.
4)
Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) :
“demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan
usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”.
5)
Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang
harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi
ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2.4 Pilar-pilar Pancasila Sebagai Sistem ekonomi Kerakyatan
Revrisond
Baswir (2005) menyebutkan beberapa pilar demokratisasi ekonomi, yaitu:
1)
Peranan vital negara
(pemerintah).
Sebagaimana
ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang
sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya
terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian.Melalui pendirian
Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan
berbagai kegiatan ekonomi tersebut.Tujuannya adalah untuk menjamin agar
kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang
seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang
memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
2)
Efisiensi ekonomi berdasar atas
keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
Tidak
benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan
efisiensi dan bersifat anti pasar.Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan
tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan,
melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek
kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian
lingkungan.Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan,
pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan
keberlanjutan.
3)
Mekanisme alokasi melalui
perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi).
Mekanisme
alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di
dasarkan atas mekanisme pasar.Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya.Selain
melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui
mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat
diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme
alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
4)
Pemerataan penguasaan faktor
produksi.
Dalam
rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan
pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus
menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan
penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota
masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan
faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang
menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
5)
Koperasi sebagai sokoguru perekonomian.
Dilihat
dari sudut Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki
faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya
koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi
kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan
terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai
kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut
menjadi anggota koperasi.
6)
Pola hubungan produksi
kemitraan, bukan buruh-majikan.
Pada
koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral
dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada
dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai
pemilik perusahaan atau anggota koperasi.Karakter utama ekonomi kerakyatan atau
demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak
individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara
mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai
anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu
berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran
masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.
7)
Kepemilikan saham oleh pekerja.
Dengan
diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian
Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting
dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada
tingkat makro.Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan
corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan
hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara
kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola kepemilikan saham oleh
pekerja.Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran
masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan
menerapkan prinsip tersebut.
2.5 Ekonomi Kerakyatan Sebagai Strategi Baru Pembangunan Ekonomi Indonesia
Empat alasan mengapa ekonomi kerakyatan perlu
dijadikan paradigma baru pembangunan ekonomi Indonesia.
a.
Karakteristik Indonesia
Konsep dan strategi pembangunan ekonomi yang
berhasil diterapkan di suatu negara, belum tentu akan berhasil bila diterapkan
di negara lain. Teori pertumbuhan
Harrod-Domar, teori pertumbuhan Rostow, teori pertumbuhan David Romer, teori
pertumbuhan Solow, dibangun dari struktur masyarakat pelaku ekonomi yang berbeda dengan struktur
ekonomi masyarakat Indonesia. Setiap teori selalu dibangun dengan asumsiasumsi
tertentu, yang tidak semua negara memiliki syarat-syarat yang
diasumsikan.Itulah sebabnya, untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat,
stabil dan berkeadilan, tidak dapat menggunakan teori generik yang
ada.Indonesia harus merumuskan konsep pembangunan ekonomi sendiri yang cocok
dengan tuntutan politik rakyat, tuntutan konstitusi kita, dan cocok dengan
kondisi obyektif dan situasi subyektif.
b.
Tuntutan Konstitusi
Tata ekonomi yang seharusnya dibangun adalah
bukan tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni atau oligopoli.Tata ekonomi
yang dituntut konstitusi kita adalah tata ekonomi yang memberi peluang kepada
seluruh rakyat atau warga negara untuk memiliki aset dalam ekonomi
nasional.Tata ekonomi nasional adalah tata ekonomi yang membedakan secara tegas
barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh pemerintah dan barang dan jasa
mana yang harus diproduksi oleh sektor private atau sektor non
pemerintah.Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi, walaupun dalam penjelasan pasal
33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi tentu harus menyesuaikan
dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan.
c.
Fakta Empirik
Dari krisis moneter yang berlanjut ke krisis
ekonomi dan kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap dolar, ternyata tidak sampai
melumpuhkan perekonomian nasional. Bahwa
akibat krisis ekonomi, harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi hampir tidak
dapat dikendalikan, ekspor menurun (khususnya ekspor produk manufaktur), impor
barang modal menurun, produksi barang manufaktur menurun, pengangguran
meningkat, adalah benar.Namun itu semua ternyata tidak berdampak serius
terhadap perekonomian rakyat yang sumber penghasilannya bukan dari menjual
tenaga kerja. Usaha-usaha yang digeluti atau dimiliki oleh rakyat banyak
yang produknya tidak menggunakan bahan
impor, hampir tidak mengalami goncangan yang berarti. Fakta yang lain, ketika
investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan kapital, ternyata ekonomi
Indonesia mampu tumbuh 3,4 persen pada
tahun 1999. Ini semua membuktikan bahwa ekonomi Indonesia akan kokoh kalau
pelaku ekonomi dilakukan oleh sebanyak-banyaknya warga negara.
d.
Kegagalan Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi yang telah kita
laksanakan selama 32 tahun lebih, dilihat dari satu aspek memang menunjukkan
hasil-hasil yang cukup baik. Walaupun
dalam periode tersebut, kita menghadapi 2 kali krisis ekonomi (yaitu krisis
hutang Pertamina dan krisis karena anjloknya harga minyak), tetapi rata-rata
pertumbuhan ekonomi nasional masih di atas 7 persen pertahun.Volume dan nilai
eksport minyak dan non migas juga meningkat tajam. Namun pada aspek lain, kita juga harus
mengakui, bahwa jumlah penduduk miskin makin meningkat,
Strategi pemberdayaan
ekonomi kerakyatan
Pertama,
demokrasi ekonomi diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi atau konstruksi
bangunan ekonomi agar terwujudnya pengusaha menengah yang kuat dan besar
jumlahnya. Di sisi lain terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang paling
menguntungkan antara pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan
koperasi, usaha besar swasta dan badan usaha milik negara yang saling
memperkuat untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi yang berdaya saing
tinggi.
Kedua,
kedaulatan ekonomi harus tetap dihormati agar harkat, martabat dan citra
ekonomi rakyat dapat disejajarkan dengan ekonomi usaha besar swasta dan badan
usaha milik negara, tanpa dijadikan objek balas jasa atau belas kasihan.Dengan
demikian kedaulatan ekonomi rakyat harus benar-benar ditempatkan pada prioritas
utama dalam kehidupan ekonomi, sehingga peran dan partisipasi ekonomi rakyat
selalu mendapatkan perhatian dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam
pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lainnya.Tujuannya agar
pelaku ekonomi rakyat mampu profesional dan memenuhi standardisasi global.
Ketiga,
pilar ekonomi diarahkan untuk merancang komitmen yang kuat antar-stakeholder
dalam mengoptimalkan sumber daya lokal untuk mendorong sekaligus menampung
partisipasi bagi kepentingan rakyat banyak.Hal ini dimaksudkan agar ekonomi
kerakyatan bisa menjadi tulang punggung perekonomian bangsa yang berbasis
sosial budaya.Dengan demikian rakyat banyak menjadi pemilik, pengelola dan
pengguna utama kekayaan dan aset ekonomi bangsa ini. Sehingga mereka mampu
menjadi penggerak ekonomi, dengan kata lain sebagai tuan/panglima ekonomi
bangsanya sendiri.
Keempat,
benteng ekonomi harus disusun melalui master plan ekonomi kerakyatan yang
berbasis sosial budaya dengan tetap memperhatikan keseimbangan pertumbuhan,
pemerataan dan keseimbangan stabilitas perekonomian rakyat dalam upaya
mengatasi kesenjangan ekonomi antara golongan kapitalis dan nonkapitalis
(golongan ekonomi lemah).Di samping itu sekaligus mampu membentengi/memproteksi
pergerakan ekonomi global yang mau tidak mau, suka tidak suka sudah memasuki
sistem dan tatanan perekonomian bangsa ini.Karena itulah diperlukan nilai-nilai
perjuangan/jiwa wirausaha sejati yang berbasiskan kerakyatan.
Kelima,
kemandirian ekonomi diarahkan untuk bertumpu dan ditopang oleh kekuatan sumber
daya internal yang dikelola dalam suatu sistem ekonomi. Dengan kata lain
kegiatan ekonomi dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat, sehingga ekonomi bangsa ini tidak lagi tergantung pada
kekuatan-kekuatan ekonomi di luar ekonomi rakyat itu sendiri. Tentu diharapkan
peranan pemerintah (eksekutif), legislatif, dan yudikatif agar dapat memberikan
kemudahan, keringanan dan peluang seluas-luasnya baik dari akses modal, akses
pasar, teknologi, jaringan usaha dan keamanan dalam iklim usaha sebagai upaya
mempercepat kemandirian ekonomi rakyat.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat, dapat
dilihatdari 3 sisi, yaitu :
Pertama,
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).Disini
titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat,
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang
sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu,
dengan mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya unutk mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya
yang dimiliki masyarakat (empowering).Dalam rangka ini diperlukan
langkah-langkah yang lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan
suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai
peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Dalam
rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf
pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan
ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan
berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar
fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun social seperti sekolah dan
fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada
lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan,
dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya
amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakatyang kurang
berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh
lapisan masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatnya.Menanamkan nilai-nilai budaya modern seprti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini.Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Jadi esensi pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga termasuk penguatan pranata-pranatanya.
Ketiga, memberdayakan berarti pula melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan terhadap yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi tergantung pada berbagai program pemberian (charity).Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatnya.Menanamkan nilai-nilai budaya modern seprti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini.Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Jadi esensi pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga termasuk penguatan pranata-pranatanya.
Ketiga, memberdayakan berarti pula melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan terhadap yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi tergantung pada berbagai program pemberian (charity).Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri.
2.6Tujuan Penguatan Ekonomi Kerakyatan
Tujuan yang akan dicapai dari penguatan
ekonomi kerakyatan adalah untuk melaksanakan amanat konstitusi, khususnya
mengenai:
1)
Perwujudan tata ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama yang
berasaskan kekeluargaan yang menjamin keadilan dan kemakmuran bagi seluruh
rakyat Indonesia (pasal 33 ayat 1),
2)
Perwujudan konsep Trisakti (berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di
bidang politik, dan berkepribadian di bidang kebudayaan),
3)
Perwujudan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup rakyat banyak dikuasai negara (pasal 33 ayat 2), dan
4)
Perwujudan amanat bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
Adapun tujuan khusus yang akan dicapai adalah
untuk:
a)
Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang
berkebudayaan
b)
Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
c)
Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sila “keadilan social” merupakan
perwujudan yang paling konkret dari prinsip-prinsp pancasila. Satu-satunya sila
pancasila yang dilukiskan dalam pembukaan UUD 1945 dengan menggunakan kata
kerja “mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat idonesia”
Prinsip keadilan adalah inti dari moral
ketuhanan, landasan pokok peri kemanusiaan, simpul persatuan, matra kedaulatan
rakyat.Di satu sisi, perwujudan keadilan sosial itu harus mencerminkan
imperatif etis keempat sila lainnya. Disisi lain, otentisitas pengalaman
sila-sila pancasila bisa ditakar dari perwujudan keadilan sosial dalam peri
kehidupan kebangsaan.
Dengan aktualisasi negara
kesejahteraan, diharapkan negara dapat mengelola kekayaan bersama untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, mencegah penguasaan kekayaan bersama oleh
modal perseorangan yang melemahkan sandi ketahanan ekonomi kolektif,
mengembangkan semangat tolong menolong dalam setiap bentuk badan usaha serta
memperkuat badan usaha bagi emansipasi golongan ekonomi kecil dan menengah.
Perwujudan
negara kesejahteraan itu sangat ditentukan oleh integritas dan mutu para
penyelenggara negara disertai dukungan rasa tanggung jawab dan rasa kemanusiaan
yang terpancar pada setiap warga.Dalam visi negara ini hendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka dari itu, pokok pikiran UUD
1945 “Negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Mengandung arti yang mewajibkan pemerintahan dan
penyelenggara negara yang lain untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat leluhur.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai
materi Pancasila sebagai sumber nilai ekonomi kerakyatan yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan
karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan materi ini.
Kami selaku penyusun berharap kepada para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya
makalah ini pada kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi penyusun
pada khususnya juga bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Latif,Yudi. 2015. Negara Paripurna, Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar