DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji dan puja syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ISLAM
DAN PANCASILA SEBAGAI SEBUAH LANDASAN DAN IDEOLOGY, Keselarasan
Islam dan Pancasila Membangun Indonesia”. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Besar harapan
penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca,dan semoga untuk ke depannya para pembaca dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini,
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah
tentang “ISLAM DAN PANCASILA SEBAGAI SEBUAH
LANDASAN DAN IDEOLOGY, Keselarasan Islam dan Pancasila
Membangun Indonesia”ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Ciputat, 16 Oktober 2016
Kelompok 7
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam merupakan
sebuah agama universal, bukan sekedar pelaksanaan ibadah kepada Tuhan,
melainkan merupakan bentuk pelaksanaan hubungan kebajikan antara sesama makhluk
juga kepada alam ciptaan Tuhan. Dalam telaah Islam sebagai konsep yang utuh
tersebut telah menimbulkan perdebatan ideologis filosofis dalam hubungannya
dengan negara. Telaah atas hubungan antara Islam dengan Pancasila dan Negara
Hukum menjadi menarik untuk dikaji setidaknya disebabkan oleh dua hal:
Pertama, bahwa
hubungan antara Islam dan negara selalu berada dalam wacana perdebatan apabila
diklaitkan dengan landasan filosofis negara Pancasila. Para ideolog baik kaum
Islamis dan Nasionalis tampak telah memiliki sudut pandang yang berbeda dalam
memandang hubungan antara ideologi Islam dengan ideologi Pancasila.
Perdebatan antara
kedua kutub ideologis sudah mulai diperdebatkan sejak masa awal kemerdekaaan,
ketika merumuskan dasar negara, masa Demokrasi Liberal ketika terjadi sidang
Konstituante yang merumuskan landasan dasar negara sebelum akhirnya Presiden
Soekarno memutuskan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Kedua, Pemahaman
antara Islam dan konsep hukum selalu dikaitkan dengan dua kutub yang berbeda,
kutub syariah dan kutub barat. Keduanya dihadirkan dalam bentuk yang
berhadapan, saling diartikan sebagai dua kutub yang berhadapan sekaligus tolak
belakang. Kutub negara hukum yang berasal dari konsep machstaat yang berasal
dari kutub hukum sekuler barat dan kutub islam yang merupakan hukum Tuhan.
Untuk itulah perlu dikaji lebih dalam akankah kedua kutub tersebut saling
berhadapan dan tolak belakang, ataukah kedua kutub saling mengisi satu sama
lain.
Pemahaman terjadinya
benturan antara hukum Islam (Syariah) dan hukum negara hingga kini masih terus
muncul. Beberapa kelompok masyarakat melihat bahwa hukum Islam haruslah
diletakkan sebagai landasan hukum negara Indonesia, sehingga pembangunan
nasional hukum Indonesia belumlah final karena belum terlaksananya hal
tersebut. Kelompok nasionalis melihat bahwa pembangunan hukum Indonesia telah
sesuai dengan tempatnya karena ia menganggap bahwa Indonesia bukanlah negara
Islam. Meletakkan bangunan hukum Islam sebagai hal yang tidak pada tempatnya.
Rumusan Masalah
- Bagaimana sejarah penyusunan Pancasila?
- Apakah yang mendasari perubahan sila pertama pada Pancasila?
- Bagaimana islam dan Pancasila sebagai sebuah ideologi?
- Bagaimana hubungan sila sila Pancasila dengan agama Islam?
- Bagaimana pandangan ulama terhadap Pancasila?
BAB 2
PEMBAHASAN
Sejarah Pembentukan Pancasila
Penjajahan Jepang yang
berlangsung dari tahun 1942 sampai 1945. Berawal dari pecahnya Perang Pasifik
pada tangga 7 Desember 1941 yaitu dengan di bomnya Pearl Harbour sebagai
pangkalan militer Sekutu di hawai oleh Jepang. Dalam waktu singkat balatentara Jepang
berhasil menduduki negara-negara jajahan Sekutu, seperti jajahan Amerika di
Filipina; Inggris di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darusalam;
dan jajahan Belanda di Indonesia.
Jepang menghadapi
perlawanan dari dua arah, baik dari daerah jajahan (Indonesia) maupun oleh
Sekutu, sehingga Jepang terdesak dan terus mengalami kekalahan. Sebagai upaya
untuk menarik simpati bangsa Indonesia, Jepang mengumumkan janji Indonesia
merdeka di kelak kemudian hari. Sebagai tindak lanjut dari janjinya itu maka
pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuk sebuah badan yang bernama Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa Jepang
bernama Dokuritsu Junbi Osakai.
BPUPKI dibentuk pada
tangga 29 April 1945. Pelantikan tanggal 28 Mei 1945 dengan ketua: Dr. K.R.T.
Radjiman Wedyodiningrat dengan dua orang wakil: Ichibangase (Jepang) dan Raden
Panji Soeroso dengan jumlah anggota 60 orang. Tugasnya adalah untuk menyelidiki
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI bersidang sebanyak
dua kali yaitu sidang pertama dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 yang
menghasilkan rumusan rancangan dasar negara Pancasila dan sidang kedua pada
tanggal 10 sampai 16 Juli 1945 yang menghasilkan rancangan UUD.
Pada sidang pertama
BPUPKI, berbagai rumusan dasar negara dikemukakan oleh para peserta sidang
diantaranya:
A. Mr. Mohammad Yamin
mengusulkan lewat pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945.
1.
Peri kebangsaan
2.
Peri kemanusiaan
3.
Peri ke-Tuhanan
4.
Peri kerakyatan
5.
Kesejahteraan rakyat
B. Mr. Mohammad Yaminsecara tertulis yang juga terdiri atas lima
hal, yaitu:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kebangsaan, persatuan Indonesia
3.
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
C. Prof. Soepomo dalam
pidatonya tanggal 31 Mei 1945:
1.
Paham negara kesatuan
2.
Warga negara hendaknya tunduk kepada Tuhan dan supaya
setiap saat ingat kepada Tuhan
3.
Sistim badan permusyawaratan
5.
Hubungan antarbangsa yang bersifat Asia Timur Raya
D. Ir. Soekarno dalam
pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 selain menyampaikan rumusan dasar negara
juga menyampaikan istilah Pancasila sebagai dasar negara.
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3.
Mufakat atau demokrasi
4.
Kesejahteraan sosial
5.
Ketuhanan yang berkebudayaan
E. Rumusan di luar sidang
BPUPKI yaitu tanggal 22 Juni 1945, Panitia Kecil yang berjumlah 9 orang
termasuk ketuanya Ir. Soekarno berhasil membuat rancangan Pembukaan UUD yang
terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter) dan memuat rumusan dasar
negara.
1.
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Adapun sembilan tokoh
nasional yang ikut merumuskan Piagam Jakarta adalah: Ir. Soekarno, Drs. Moch.
Hatta, Mr. A. A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, Haji
Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K. H. Wachid Hasjim dan Moch. Yamin.
Pada tanggal 9 Agustus
1945 terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi
Inkai) dengan ketua Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Moch. Hatta. Badan yang
mula-mula sebagai bentukan setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
disempurnakan lagi keanggotaannya dari 21 orang menjadi 29 orang termasuk ketua
dan wakil ketua dengan menambah beberapa angota baru. Selanjutnya badan ini
memiliki sifat nasional sebagai badan nasional Indonesia.
Seperti kita ketahui
Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah dengan bertekuk lutut
kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 karena dua kota besar yang ada di
Jepang di bom atom oleh Sekutu. Yakni Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan
Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Setelah itu terjadi kekosongan kekuasaan (vacum
of power) di Indonesia yang dimanfaatkan oleh pemimpin bangsa Indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 telah melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagamana lazimnya suatu negara yang
baru merdeka, Maka PPKI mengadakan sidang.
Dalam sidangnya pada
tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan:
Pancasila sebagai dasar negara, UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun
1945, dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden RI dan Drs. Moch Hatta
sebagai Wakil Presiden RI.
Perubahan Sila Pertama
Hasil perumusan
Pancasila dalam siding BPUPKI kedua ini ternyata masih menuai protes dari
rakyat Indonesia bagian Timur. Tepatnya satu hari stelah kemerdekaan Republik
Indonesia diikrarkan, kelompok Kristen kawasan Timur melalui opsir angkatan
laut Jepang Laksamana Maeda menyatakan keberatannya terhadap isi Piagam Jakarta
yang mencantumkan kata Syari’ah Islam kepada Muhammad Hatta. Kelompok Kristen
ini bahkan mengancam akan keluar dari Indonesia, jika isi dari Piagam Jakarta
tersebut tidak dihilangkan. Kemudian pada tanggal 18 agustus 1945, sebelum PPKI
secara resmi menyelenggarakan sidangnya yang sangat bersejarah, Hatta
mengadakan pertemuan dengan wakil kelompok islamis, yaitu Teuku Muhammad Hasan,
Ki Bagus Hadi Kusumo dan Wachid Hasyim, untuk membahas pertentangan tersebut.
Pertemuan yang
diprakarsai oleh Muhammad Hatta tersebut berhasil melahirkan suatu kesepakatan
untuk mengahapus tujuh patah kata Piagam Jakarta yaitu “Dengan kewajiban menjalankanSyari’ah
Islambagi pemeluk - pemeluknya” diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Kelompok islamis akhirnya menerima formulasi tersebut karena
menganggap kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa” sudah
mencerminkan ajaran tauhid seperti yang ada dalam ajaran Islam, dan akhirnya
Pancasila diresmikan dengan 5 sila yang berbunyi :
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
5. Keadilam sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia
Dapat dipahami bahwa
keinginan kelompok islamis yang ingin mencantumkan Syari’ah Islam tidak seirama
dengan kelompok nasionalis sekuler. Karena jika Syari‘ah Islam atau ideologi
salah satu agama dijadikan sebagai dasar dan ideology negara, maka hal itu
tidak efektif dan akan berdampak mengesampingkan agama yang lain (orang
non-Muslim).
Karena negara
Indonesia adalah negara yang multi agama. Maka, dalam pancasila yaitu sila
pertama menyebutkan Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam menjalankan negara tetap harus memberi ruang
bagi agama, dengan cara memberikan kebebasan pada setiap individu untuk
beragama.
Melihat bangsa
Indonesia yang multi agama, suku dan budaya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa
terdapat perbedaan dalam merealisasikan hubungan dengan Tuhannya. Tentunya cara
tersebut berbeda antara satu agama dan agama lainnya, perbedaan tersebut hanya
bertujuan satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi hanya cara dan sarana
yang digunakan berbeda. Dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut akan
mencakup seluruh agama dan suku, sehingga akan tercipta satu kesatuan dalam
membangun bangsa Indonesia
Islam dan Pancasila Sebuah Landasan Ideologi
Diskusi Islam dan
Pancasila sebagai sebuah ideologi di indonesia menarik untuk dikaji,
dianalisisnya Pancasila dengan Islam melalui ayat-ayat Al-Quran yang merupakan
sumber acuan tertinggi dalam ranah hukum Islam. Ideologi Islam selalu mengacu
kepada hukum tertingginya yang digunakan pula dalam konsep hukum Islam. Mengkaitkan
keduanya dengan membedah sila serta ayat memiliki tujuan untuk melihat titik
taut selain itu juga dikaji pula apakah terdapat benturan filosofis diantara
keduanya.
Dalam hal ini tidak
berfokus pada sisi sejarah, melainkan pada sisi nilai filosofis akan tetapi
sudut pandang sejarah juga masih digunakan untuk melihat kerangka fikir
ideologis pembentuk ideologi negara Pancasila.
Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Merupakan sila
pertama dalam urutan sila Pancasila. Perdebatan sila Pancasila yang memuat
nilai Ketuhanan ini menjadi me-ngemuka ketika muncul pertanyaan mendasar
siapakah yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa? Secara historis
kultural, Bangsa Indonesia telah mengenal konsep Tuhan melalui beragam cara.
Jiwa dan semangat
religiusitas manusia Indonesia sejak dahulu yang mengakui Tuhan dalam beragam
keyakinan menolak faham ketiadaan Tuhan dalam kehidupan manusia .Ketiadaan
Tuhan mengandung makna bahwa manusia tak membutuhkan kekuatan di luar dirinya.
Manusia berbuat dan berkehendak atas kehendak dirinya semata dan menolak
eksistensi dan peran Tuhan bagi dirinya. Manusia Indonesia membutuhkan kekuatan
yang mendukung gerak dinamisnya.
Ketika menyembah serta
memohon bantuan pada kekuatan diluar dirinya, maka telah menuhankan kekuatan
tersebut, baik roh, dewa-dewa, pohon bebatuan dan sebagainya. Jika kita telaah
lebih jauh, konsep ideologi Ketuhanan yang Maha Esa tidak kita temukan dalam
pemahaman sifat Tuhan pra-Islam.
Nilai Ke-tuhanan
Yang Maha Esa jelas mengadopsi kon-sep bertuhan Islam, hal ini begitu jelas dan
tegas Tuhan berfirman dalam Quran:
“Tuhan
kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa” (Qs.an-Nahl [16]: 22),
“Dan Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah
dua tuhan, hanyalah Dia Tuhan Yang Maha Esa (Qs.an-Nahl [16]: 51).
Islam sebagai ajaran
agama yang menerapkan bahwa hanya ada satu Tuhan, yaitu Tuhan Allah. Peletakan
ideologi Ketuhanan Islam dalam Sila Pertama Pancasila adalah tepat mengingat
bahwa Islam telah berkembang sebagai agama Nusantara yang mewarnai kehidupan
manusia Nusantara sejak lama hingga kini.
Islam mengajarkan
hubungan baik dengan sesama manusia. Rasulullah Saw sangat menghormati kaum
dzimmi yang hidup dalam lindungan Islam. Islam yang hadir dalam konsep
ketuhanan yang menolak manusia untuk menuhankan selain Allah sebagai
satu-satunya Tuhan (monoteisme yang ketat).
Islam hadir untuk
meluruskan pema-haman atas konsep ketuhanan yang selama ini telah hidup dan
berlangsung selama ribuan tahun di Nusantara. Ketuhanan Yang Maha Esa diakui
atau tidak merupakan sumbangsih besar Ideologi Islam terhadap Ideologi
Pancasila. Islam menolak konsep Ketuhanan politeisme, Islam hanya mengakui satu
Tuhan yaitu Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan.
Penolakan Islam
sebagai dasar negara oleh beberapa Bapak Pendiri Bangsa, disebabkan oleh
keberpihakan negara terhadap satu agama tertentu, yaitu Islam. Selain itu
penolakan juga diakibatkan oleh pandangan bahwa negara Indonesia bukanlah
Negara Islam . Peletakan Sila pertama Pancasila dengan Ketuha-nan yang Maha Esa
sebagai landasan ideologi negara merupakan kemenangan para ideolog muslim
Indonesia.
Lalu siapakah yang
dimaksud dengan Ketuhanan yang Maha Esa itu sendiri dalam Pancasila? Penjelasan
merujuk kepada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan secara
tegas:...”Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya … “ Inilah Tuhan yang dimaksud dalam sila Pertama
Pancasila. Nilai sila pertama yang mengandung sifat Ketuhanan Islam yaitu
Tauhid.
Masuknya nilai
ideologi Islam tentang Ketuhanan ke dalam dasar fondasi ideologi Bangsa
Indonesia tentunya dapat dilacak dari para pembentuk awal Negara Indonesia yang
memiliki integritas kuat terhadap Islam. Dihapusnya tujuh kata dalam Piagam
Jakarta, tidak melumpuhkan semangat mereka untuk meletakkan Islam dalam fondasi
Pancasila. Hilangnya tujuh kata tersebut tergantikan dengan hadirnya nilai
Tauhid dalam Pancasila.
Masuknya nilai
Tauhid dalam ideologi bangsa Indonesia tidak menjadikan umat Islam memerangi
umat lainnya. Justru Umat Islam sangat menghargai dan menghormati umat beragama
yang lain, sesuai dengan nilai Islam yang turut mewarnai sila kedua Pancasila.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Nilai kemanusiaan
dalam sila kedua Pancasila menunjukkan sebuah kesadaran sikap penghargaan atas
nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan.
Nilai kemanusiaan menolak sikap chauvinisme yang mementingkan kebenaran dirinya
dibandingkan manusia yang lain. Penghargaan atas manusia ini menuntut sikap
perilaku manusia yang adil. Adil terhadap dirinya, adil terhadap manusia
lainnya, karena adil adalah sifat Tuhan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
mengilhami sila-sila berikutnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai
Tauhid Islam mewarnai sila-sila dalam Pancasila.
Dalam konteks
kemanusiaan yang adil juga beradab, maka Islam juga turut memasukkan
nilai-nilai dasarnya yaitu sifat adil yang merupakan sifat utama Allah Swt yang
wajib diteladani oleh manusia. Sifat adil serta beradab terdapat secara tegas
di dalam Quran Surah an-Nahl [16]:90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajaran”.Ayat tersebut di atas
mengandung garis hukum, yaitu: perintah berlaku adil dan berbuat kebajikan
kepada manusia yang berasal dari Allah Swt.
Islam sangat
menghargai nilai-nilai kemanusiaan, bahkan Rasulullah Saw sangat menghormati
pemeluk agama lainnya dimana di Kota Madinah hidup masyarakat Islam dan Yahudi.
Sikap dan perilaku manusia yang adil dan beradab adalah pencerminan sifat Tuhan
yang Maha Adil, dan Maha Memuliakan HambaNya. Sifat inilah yang wajib
diteladani oleh manusia Indonesia yang menyatakan keadilan dan keberadaban
sebagai sebuah ideologi. Ideologi manusia yang mengutamakan penghormatan dan
penghargaan atas manusia setelah ia mengakui Keesaan Tuhan.
Manusia Indonesia
dengan ideologi Pancasila telah mampu diterima di tengah-tengah kancah
pergaulan masyarakat internasional. Bangsa Indonesia dengan konsep penghargaan
dan penghormatan yang tinggi atas nilai kemanusiaan menolak penjajahan, sifat
perilaku destrukstif baik atas nama agama maupun atas dasar kesukuan.
Manusia diciptakan
sederajat, dan manusia terbaik adalah manusia yang bertaqwa kepadaNya. Sifat
penghargaan Islam yang tertuang dalam ideologi Pancasila sila kedua ini juga
menghargai sebuah nilai persaudaraan dan perdamaian antar manusia. Persaudaraan
dan perdamaian tersebut tertuang dalam Sila Ketiga Pancasila. (Azhary, 1992)
Sila Persatuan Indonesia
Persatuan Indonesia
mengandung makna sebuah persatuan berbagai ragam bahasa, budaya, suku, dan
beragam kehidupan manusia Indonesia. Inilah semangat nasionalisme Indonesia
yang beragam. Penghargaan atas keberagaman dalam persatuan dalam Islam
tergambar jelas dalam firman Allah Swt: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah
menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (Qs. al-Hujuurat
[49]:13) Ayat tersebut di atas menggambarkan bagaimana Tuhan menciptakan
manusia dalam beragam budaya (multikultur).
Bangsa Indonesia
memiliki beragam suku, dan tentunya setiap suku memiliki alat komunikasi berupa
bahasa kaumnya. Menyatunya berbagai ragam suku bangsa dalam bingkai Indonesia
ini adalah akibat terjadinya penjajahan yang telah menyengsarakan manusia
Indonesia. Masyarakat dan Bangsa Indonesia menciptakan kesadaran dalam sikap
batin akan kesamaan nasib yang menyatukan semua komponen anak bangsa dalam
sebuah semangat Nasional. Faham nasionalisme dalam konteks Islam juga dilakukan
oleh Rasulullah Saw ketika mengadakan sebuah perjanjian perdamaian dalam sebuah
piagam yang dikenal dengan nama Piagam Madinah.
Konsep persaudaran
antar umat beragama membolehkan kita untuk saling bekerjasama, bermuamallah,
saling tolong menolong yang dilandasi oleh semangat persaudaraan dan persatuan
seperti yang terangkum dalam perjanjian antar umat Islam dan Yahudi tersebut.
Dalam lapangan muamallah kita diwajibkan untuk menciptakan rasa persaudaraan,
dan Rasulullah Saw melarang umat Islam untuk mengganggu tetangga, karena Islam
adalah rahmat bagi semesta alam. Sikap destrukstif dengan saling menghancurkan
adalah sebuah sikap yang jauh dari nilai Islam.
Peperangan ataupun
sikap destruktif oleh umat Islam lebih disebabkan oleh ketidakadilan sosial
yang terjadi akibat karena terusirnya mereka akibat terjadinya eksploitasi
manusia. Dalam konsep persaudaraan antar umat beragama, nilai keimanan dengan
mengakui Tuhan yang Maha Esa sebagai konsep tauhid adalah sebuah kesadaran
mutlak religiusitas umat Islam dimanapun dan kapanpun. Konsep penghormatan
terhadap umat beragama lainnya menjadikan umat Islam mengutamakan kerjasama
sosial dengan pemeluk agama lainnya. Nilai persatuan antar umat beragama
diletakkan sebagai basis ideologi Bangsa.
Bangsa Indonesia
merupakan bangsa majemuk yang terdiri atas beragam etnik, suku dan keyakinan.
Keberagaman masyarakat yang multikultur ini menjadikan kita semakin menyadari
bahwa setiap umat beragama di Indonesia harus terjalin persaudaraan. Kesadaran
atas kesamaan kebutuhan, kepentingan, tidak menjadikan kita saling
menghancurkan, saling membunuh, merusak hanya akan menimbulkan kehancuran
peradaban Indonesia. Perbedaan agama, kultur, etnik, menjadi salah satu faktor
penyatu sekaligus menjadi sebuah titik tolak terjadinya perpecahan bangsa.
Kehancuran peradaban
Bangsa Indonesia akan mudah terjadi ketika setiap komponen bangsa mengutamakan
garis-garis perbedaan dibandingkan titik-titik persamaan antar komponen bangsa
yang berbeda dan beragam. Beragam sengketa mudah terjadi akibat meningkatnya
rasa kesukuan yang tinggi, rasa keagamaan tetapi mengesampingkan rasa
Ketuhanan. Masyarakat Islam Indonesia sebagai bagian dari sebuah bangsa yang
besar melihat adanya sebuah nilai-nilai kesadaran bangsa melalui nilai-nilai
yang terkandung dalam ajaran Islam.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilaun.
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu” (Qs.Ali Imran [3]:159) Islam adalah agama yang mengutamakan
kemaslahatan umat, dengan demikian menjadi logis bahwa Islam mengutamakan
musyawarah dan kerjasama konstruktif untuk mencapai suatu tujuan yang
diharapkan. Kerjasama dan sikap saling menolong begitu utama dalam Islam
sehingga Rasulullah Saw dalam menghadapi berbagai peperangan perlu mengundang
para sahabat untuk bermusyawarah.
Rasulullah adalah
orang yang suka bermusyawarah dengan para sahabatnya, bahkan beliau adalah
orang yang paling banyak bermusyawarah dengan sahabat. Beliau bermusyawarah
dengan mereka di perang badar, bermusyawarah dengan mereka di perang uhud,
bermusyawarah dengan mereka di perang khandak, beliau mengalah dan mengambil
pendapat para pemuda untuk membiasakan mereka bermusyawarah dan berani
menyampaikan pendapat dengan bebas sebagaimana di perang uhud.
Begitu agungnya cara
musyawarah untuk mencapai sebuah tujuan sehingga musyawarah merupakan bagian
dari Islam Dan Ideologi Pancasila. Allah Swt berfirman: “Dan (bagi) orang-orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan
sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.” (Qs. as-Syuura [42]: 38)
Islam mewarnai nilai-nilai ideologi bangsa melalui proses bermusyawarah dalam
penyelesaian setiap masalah yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia.
Demokrasi dalam
Islam tidaklah berlaku secara mutlak, karena nilai demokrasi dibatasi oleh
supremasi hukum. Supremasi hukum menunjukkan bahwa kedudukan penguasa maupun
rakyat tunduk kepada hukum. Inilah konsep demokrasi yang dianut di dalam Islam.
Penguasa tunduk pada hukum demikian pula rakyat, tidak ada satupun yang tak
terjangkau hukum. Hukumlah yang membatasi kebebasan individu yang tanpa batas,
dan untuk itu ia dapat dianggap sebagai panglima.
Dalam konsep
demokrasi suara rakyat adaah suara Tuhan (vox populli vox dei), dan ini dapat
menjadi persoalan ketika masing-masing pihak mengutamakan pendapatnya sebagai
pendapat yang paling benar karena pendapatnya mencerminkan suara Tuhan. Ketika
suara rakyat yang tanpa batas menyeruak menjadi sebuah ideologi tanpa dapat
dikendalikan oleh hukum, maka akan memunculkan penghisapan oleh yang kuat
terhadap yang lemah.
Demokrasi yang
diinginkan oleh para Bapak Bangsa adalah sebuah demokrasi yang dilaksanakan
dengan cara bermusyawarah, dibarengi dengan sebuah pemahaman akan pengetahuan
serta dilaksanakan dengan bijaksana. Inilah ideologi berdemokrasi bagi Bangsa
Indonesia, bukan dengan memaksakan kehendak karena ketakfahaman/ketidaktahuan
akan nilai luhur berdemokrasi. Disinilah kemudian hukum diletakkan sebagai
pembatas untuk menghindari kebebasan tanpa batas tak bertanggungjawab.
Inilah kesesuaian
antara Nomokrasi Islam dan demokrasi Pancasila, dimana nilai Islam mewarnai
warna demokrasi Indonesia. Berbagai konflik telah melanda Indonesia sejak
digulirkannya reformasi tahun 1998. Pertikaian antar suku di Kalimantan,
Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia, pertikaian yang mengatasnamakan
agama di Maluku, pertikaian vertikal akibat perbedaan status ekonomi di
beberapa kota besar di Indonesia adalah kesalahan dalam membaca arti demokrasi.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial
berkait dengan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang Indonesia, dan
Islam telah mencanangkan bentuk masyarakat yang berkeadilan. Allah Swt
berfirman dalam Qs. Az-Dzariyat [51]:19: “Dan pada harta-harta mereka, ada hak
untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Berdasarkan ayat tersebut di atas maka harta harus beredar secara adil kepada
masyarakat secara adil. Harta yang Allah Swt turunkan kepada setiap hambaNya juga
dititpkan harta bagi orang miskin.
Harta yang
dititipkan menjadi hak orang miskin, sehingga dalam penguasaan harta tidak
dikenal penguasaan harta secara mutlak. Harta yang didistribusikan oleh manusia
adalah harta milik manusia lainnya. Konsep pemusatan harta hanya akan
menimbulkan ketimpangan ekonomi yang menjadikan jurang pemisah antara kaya dan
miskin semakin lebar. Keadilan sosial adalah tujuan terciptanya keadilan dalam
Islam, Islam menolak konsep kapitalisme yang memusatkan harta hanya di tangan
para pemilik modal. Islam adalah agama adil, karena keadilan adalah sifat Tuhan
dan berbuat akan mendekatkan diri setiap hamba kepada Tuhan. Konsep keadilan
sosial dalam Islam juga berbeda dengan keadilan sosial dalam sistem sosialisme.
Keadilan sosial dalam
Islam memiliki basis tauhid, dimana Allah Swt sebagai Maha Pencipta menciptakan
segala benda bagi kesejahteraan umat manusia. Harta diyakini sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa dan setiap orang berhak untuk memperoleh karunia ciptaanNya
tersebut. Konsep keadilan sosial dalam Islam diterapkan secara konkrit dalam
bentuk zakat.
Zakat adalah bentuk
nyata dari tebaran kesejahteraan bagi umat. Harta didistribusikan kepada
segenap masyarakat, dan zakat adalah bersifat wajib mengandung makna
pembersihan menuju kesucian. Harta diperoleh dengan cara-cara yang dibenarkan
oleh Islam serta disitribusikan secara adil. Penerapan keadilan sosial haruslah
dimaknai bukan hanya sekedar membangun lembaga-lembaga keuangan yang berbasis
Islam (syariah), akan tetapi keadilan sosial adalah pendistribusian
kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Kesimpulan Islam dan Pancasila bukanlah dua
ideologi yang saling berbenturan.
Islam adalah sebuah
ajaran yang utuh, yang mengedepankan nilai-nilai Ketuhanan sekaligus
kemanusiaan dan kemasyarakatan. Khazanah Islam telah diletakkan sebagai fondasi
dalam ideologi Pancasila. Islam bukanlah Pancasila, akan tetapi nilai-nilai
Islam telah masuk ke dalam Pancasila yang hingga kini digunakan sebagai
ideologi bangsa Indonesia. Perdebatan antara golongan Islam dan golongan
Nasionalis harus menyadari bahwasanya Islam dan Pancasila mampu menciptakan
proses dialogis, sehingga tak perlu lagi dibenturkan dalam dua ideologi yang
saling bertolak belakang sekaligus berhadap-hadapan.
Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 1983
Hasil Musyawarah nasional (munas) Alim Ulama
di Situbondo, pada 12 rabiul awal 1405 H atau 21 desember 1983
Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 1983:
Hubungan Pancasila Dan Agama
1.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah
negara Republik Indonesia bukanlah agama, Tidak dapat menggantikan agama dan
tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
2.
Sila ketuhanan yang maha esa sebagai
dasar negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang -Undang Dasar
(UUD) 1945 yang menjiwai sila -sila yang lain mencerminkan tauhid menurut
keimanan dalam Islam.
3.
Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah
Aqidah dan Syariat meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan
antar manusia.
4.
Penerimaan dan pengamalan Pancasila
merupakan perwujudan dari upaya Umat Islam Indonesia untuk menjalankan Syariat
Agamanya.
5.
Sebagai konsekuensi dari sikap di atas,
Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang
pancasila dan pengamalannya yang murni konsekuen oleh semua pihak.
Situbondo, 16 Rabi’ul Awwal 1404/ 21
Desember 1983.
Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul
Ulama.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia
adalah negara berdasarkan Pancasila, jadi bukan negara Islam dan bukan pula
negara sekuler.Bertumpu pada kenyataannya, fakta historis telah membuktikan
bahwa itulah cara terbaik (the right way) bagi masyarakat Indonesia untuk
mendiskripsikan ideologi negara. Pancasila merupakan ringkasan dari kompromi
dan persetujuan yang sebelumnya amat sulit dicapai di antara para founding fathers
pendiri negara ini.
Nabi
Muhammad Saw. telah mengajarkan dan memberikan teladan kepada umat Islam
tentang bagaimana hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan ras, suku,bangsa,
dan agama. Sebagaimana hal ini telah termaktub dalam Piagam Madinah. Mengenai
urusan ke duniawian, umat Islam diberikan kebebasan untuk mengaturnya.
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara dapat didefinisikan sebagai suatu ideologi negara
yang berketuhanan berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan.
Tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia merumuskan Pancasila direnungkan dari
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. dengan demikian kedudukan Pancasila
selain sebagai dasar dan ideologi negara, Pancasila juga sebagai jati diri dan
kepribadian bangsa Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini, “Pancasila Bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam.
Kesalahpahaman dan Penyalahpahaman terhadap Pancasila 1945-2009”, Penerbit
Gema Insani Press, Jakarta, 2009.
Ahmad Sukardja, “Piagam Madinah dan UndangUndang Dasar NKRI 1945”, Kajian
Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat yang Majemuk, Sinar
Grafika, Jakarta, 2012.
Muhammad Ali al-Hasyimi. “Musyawarah dalam Islam”, terjemahan oleh
Muzafar Sahidu. Islam House, Jakarta, 2009.
http://roudhoh.xtgem.com/Keselarasan%20PANCASILA%20dengan%20hukum%20Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar