Senin, 16 Januari 2017

Makalah Islam dan Pancasila Sebagai Sebuah Landasan Dan Ideologi, Keselarasan Islam dan Pancasila Membangun Indonesia



DAFTAR ISI







KATA PENGANTAR


Puji dan puja syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ISLAM DAN PANCASILA SEBAGAI SEBUAH LANDASAN DAN IDEOLOGY, Keselarasan Islam dan Pancasila Membangun Indonesia. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Besar  harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,dan semoga untuk ke depannya para pembaca dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang “ISLAM DAN PANCASILA SEBAGAI SEBUAH LANDASAN DAN IDEOLOGY, Keselarasan Islam dan Pancasila Membangun Indonesiaini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Ciputat, 16 Oktober 2016
                   Kelompok 7

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang


Islam merupakan sebuah agama universal, bukan sekedar pelaksanaan ibadah kepada Tuhan, melainkan merupakan bentuk pelaksanaan hubungan kebajikan antara sesama makhluk juga kepada alam ciptaan Tuhan. Dalam telaah Islam sebagai konsep yang utuh tersebut telah menimbulkan perdebatan ideologis filosofis dalam hubungannya dengan negara. Telaah atas hubungan antara Islam dengan Pancasila dan Negara Hukum menjadi menarik untuk dikaji setidaknya disebabkan oleh dua hal:
Pertama, bahwa hubungan antara Islam dan negara selalu berada dalam wacana perdebatan apabila diklaitkan dengan landasan filosofis negara Pancasila. Para ideolog baik kaum Islamis dan Nasionalis tampak telah memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memandang hubungan antara ideologi Islam dengan ideologi Pancasila.
Perdebatan antara kedua kutub ideologis sudah mulai diperdebatkan sejak masa awal kemerdekaaan, ketika merumuskan dasar negara, masa Demokrasi Liberal ketika terjadi sidang Konstituante yang merumuskan landasan dasar negara sebelum akhirnya Presiden Soekarno memutuskan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Kedua, Pemahaman antara Islam dan konsep hukum selalu dikaitkan dengan dua kutub yang berbeda, kutub syariah dan kutub barat. Keduanya dihadirkan dalam bentuk yang berhadapan, saling diartikan sebagai dua kutub yang berhadapan sekaligus tolak belakang. Kutub negara hukum yang berasal dari konsep machstaat yang berasal dari kutub hukum sekuler barat dan kutub islam yang merupakan hukum Tuhan. Untuk itulah perlu dikaji lebih dalam akankah kedua kutub tersebut saling berhadapan dan tolak belakang, ataukah kedua kutub saling mengisi satu sama lain.
Pemahaman terjadinya benturan antara hukum Islam (Syariah) dan hukum negara hingga kini masih terus muncul. Beberapa kelompok masyarakat melihat bahwa hukum Islam haruslah diletakkan sebagai landasan hukum negara Indonesia, sehingga pembangunan nasional hukum Indonesia belumlah final karena belum terlaksananya hal tersebut. Kelompok nasionalis melihat bahwa pembangunan hukum Indonesia telah sesuai dengan tempatnya karena ia menganggap bahwa Indonesia bukanlah negara Islam. Meletakkan bangunan hukum Islam sebagai hal yang tidak pada tempatnya.

Rumusan Masalah


  1. Bagaimana sejarah penyusunan Pancasila?
  2. Apakah yang mendasari perubahan sila pertama pada Pancasila?
  3. Bagaimana islam dan Pancasila sebagai sebuah ideologi?
  4. Bagaimana hubungan sila sila Pancasila dengan agama Islam?
  5. Bagaimana pandangan ulama terhadap Pancasila?



BAB 2

PEMBAHASAN


Sejarah Pembentukan Pancasila


Penjajahan Jepang yang berlangsung dari tahun 1942 sampai 1945. Berawal dari pecahnya Perang Pasifik pada tangga 7 Desember 1941 yaitu dengan di bomnya Pearl Harbour sebagai pangkalan militer Sekutu di hawai oleh Jepang. Dalam waktu singkat balatentara Jepang berhasil menduduki negara-negara jajahan Sekutu, seperti jajahan Amerika di Filipina; Inggris di SingapuraMalaysia, dan Brunei Darusalam; dan jajahan Belanda di Indonesia.
Jepang menghadapi perlawanan dari dua arah, baik dari daerah jajahan (Indonesia) maupun oleh Sekutu, sehingga Jepang terdesak dan terus mengalami kekalahan. Sebagai upaya untuk menarik simpati bangsa Indonesia, Jepang mengumumkan janji Indonesia merdeka di kelak kemudian hari. Sebagai tindak lanjut dari janjinya itu maka pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuk sebuah badan yang bernama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa Jepang bernama Dokuritsu Junbi Osakai.
BPUPKI dibentuk pada tangga 29 April 1945. Pelantikan tanggal 28 Mei 1945 dengan ketua: Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dengan dua orang wakil: Ichibangase (Jepang) dan Raden Panji Soeroso dengan jumlah anggota 60 orang. Tugasnya adalah untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI bersidang sebanyak dua kali yaitu sidang pertama dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 yang menghasilkan rumusan rancangan dasar negara Pancasila dan sidang kedua pada tanggal 10 sampai 16 Juli 1945 yang menghasilkan rancangan UUD.
Pada sidang pertama BPUPKI, berbagai rumusan dasar negara dikemukakan oleh para peserta sidang diantaranya:
A. Mr. Mohammad Yamin mengusulkan lewat pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945.
1.      Peri kebangsaan
2.      Peri kemanusiaan
3.      Peri ke-Tuhanan
4.      Peri kerakyatan
5.      Kesejahteraan rakyat
B. Mr. Mohammad Yaminsecara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kebangsaan, persatuan Indonesia
3.      Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
C. Prof. Soepomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945:
1.      Paham negara kesatuan
2.      Warga negara hendaknya tunduk kepada Tuhan dan supaya setiap saat ingat kepada Tuhan
3.      Sistim badan permusyawaratan
4.      Ekonomi negara bersifat kekeluargaan
5.      Hubungan antarbangsa yang bersifat Asia Timur Raya
D. Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 selain menyampaikan rumusan dasar negara juga menyampaikan istilah Pancasila sebagai dasar negara.
1.      Kebangsaan Indonesia
2.      Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3.      Mufakat atau demokrasi
4.      Kesejahteraan sosial
5.      Ketuhanan yang berkebudayaan
E. Rumusan di luar sidang BPUPKI yaitu tanggal 22 Juni 1945, Panitia Kecil yang berjumlah 9 orang termasuk ketuanya Ir. Soekarno berhasil membuat rancangan Pembukaan UUD yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter) dan memuat rumusan dasar negara.
1.      Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Adapun sembilan tokoh nasional yang ikut merumuskan Piagam Jakarta adalah: Ir. Soekarno, Drs. Moch. Hatta, Mr. A. A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, Haji Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K. H. Wachid Hasjim dan Moch. Yamin.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Inkai) dengan ketua Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Moch. Hatta. Badan yang mula-mula sebagai bentukan setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 disempurnakan lagi keanggotaannya dari 21 orang menjadi 29 orang termasuk ketua dan wakil ketua dengan menambah beberapa angota baru. Selanjutnya badan ini memiliki sifat nasional sebagai badan nasional Indonesia.
Seperti kita ketahui Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah dengan bertekuk lutut kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 karena dua kota besar yang ada di Jepang di bom atom oleh Sekutu. Yakni Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Setelah itu terjadi kekosongan kekuasaan (vacum of power) di Indonesia yang dimanfaatkan oleh pemimpin bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagamana lazimnya suatu negara yang baru merdeka, Maka PPKI mengadakan sidang.
Dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan: Pancasila sebagai dasar negara, UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden RI dan Drs. Moch Hatta sebagai Wakil Presiden RI.

Perubahan Sila Pertama


Hasil perumusan Pancasila dalam siding BPUPKI kedua ini ternyata masih menuai protes dari rakyat Indonesia bagian Timur. Tepatnya satu hari stelah kemerdekaan Republik Indonesia diikrarkan, kelompok Kristen kawasan Timur melalui opsir angkatan laut Jepang Laksamana Maeda menyatakan keberatannya terhadap isi Piagam Jakarta yang mencantumkan kata Syari’ah Islam kepada Muhammad Hatta. Kelompok Kristen ini bahkan mengancam akan keluar dari Indonesia, jika isi dari Piagam Jakarta tersebut tidak dihilangkan. Kemudian pada tanggal 18 agustus 1945, sebelum PPKI secara resmi menyelenggarakan sidangnya yang sangat bersejarah, Hatta mengadakan pertemuan dengan wakil kelompok islamis, yaitu Teuku Muhammad Hasan, Ki Bagus Hadi Kusumo dan Wachid Hasyim, untuk membahas pertentangan tersebut.
Pertemuan yang diprakarsai oleh Muhammad Hatta tersebut berhasil melahirkan suatu kesepakatan untuk mengahapus tujuh patah kata Piagam Jakarta yaitu “Dengan kewajiban menjalankanSyari’ah Islambagi pemeluk - pemeluknya” diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kelompok islamis akhirnya menerima formulasi tersebut karena menganggap kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa” sudah mencerminkan ajaran tauhid seperti yang ada dalam ajaran Islam, dan akhirnya Pancasila diresmikan dengan 5 sila yang berbunyi :
1.      Ketuhanan yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
5.      Keadilam sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dapat dipahami bahwa keinginan kelompok islamis yang ingin mencantumkan Syari’ah Islam tidak seirama dengan kelompok nasionalis sekuler. Karena jika Syari‘ah Islam atau ideologi salah satu agama dijadikan sebagai dasar dan ideology negara, maka hal itu tidak efektif dan akan berdampak mengesampingkan agama yang lain (orang non-Muslim).
Karena negara Indonesia adalah negara yang multi agama. Maka, dalam pancasila yaitu sila pertama menyebutkan Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam  menjalankan negara tetap harus memberi ruang bagi agama, dengan cara memberikan kebebasan pada setiap individu untuk beragama.
Melihat bangsa Indonesia yang multi agama, suku dan budaya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat perbedaan dalam merealisasikan hubungan dengan Tuhannya. Tentunya cara tersebut berbeda antara satu agama dan agama lainnya, perbedaan tersebut hanya bertujuan satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi hanya cara dan sarana yang digunakan berbeda. Dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut akan mencakup seluruh agama dan suku, sehingga akan tercipta satu kesatuan dalam membangun bangsa Indonesia

Islam dan Pancasila Sebuah Landasan Ideologi


Diskusi Islam dan Pancasila sebagai sebuah ideologi di indonesia menarik untuk dikaji, dianalisisnya Pancasila dengan Islam melalui ayat-ayat Al-Quran yang merupakan sumber acuan tertinggi dalam ranah hukum Islam. Ideologi Islam selalu mengacu kepada hukum tertingginya yang digunakan pula dalam konsep hukum Islam. Mengkaitkan keduanya dengan membedah sila serta ayat memiliki tujuan untuk melihat titik taut selain itu juga dikaji pula apakah terdapat benturan filosofis diantara keduanya.
Dalam hal ini tidak berfokus pada sisi sejarah, melainkan pada sisi nilai filosofis akan tetapi sudut pandang sejarah juga masih digunakan untuk melihat kerangka fikir ideologis pembentuk ideologi negara Pancasila.

Sila Ketuhanan yang Maha Esa


Merupakan sila pertama dalam urutan sila Pancasila. Perdebatan sila Pancasila yang memuat nilai Ketuhanan ini menjadi me-ngemuka ketika muncul pertanyaan mendasar siapakah yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa? Secara historis kultural, Bangsa Indonesia telah mengenal konsep Tuhan melalui beragam cara.
Jiwa dan semangat religiusitas manusia Indonesia sejak dahulu yang mengakui Tuhan dalam beragam keyakinan menolak faham ketiadaan Tuhan dalam kehidupan manusia .Ketiadaan Tuhan mengandung makna bahwa manusia tak membutuhkan kekuatan di luar dirinya. Manusia berbuat dan berkehendak atas kehendak dirinya semata dan menolak eksistensi dan peran Tuhan bagi dirinya. Manusia Indonesia membutuhkan kekuatan yang mendukung gerak dinamisnya.
Ketika menyembah serta memohon bantuan pada kekuatan diluar dirinya, maka telah menuhankan kekuatan tersebut, baik roh, dewa-dewa, pohon bebatuan dan sebagainya. Jika kita telaah lebih jauh, konsep ideologi Ketuhanan yang Maha Esa tidak kita temukan dalam pemahaman sifat Tuhan pra-Islam.
Nilai Ke-tuhanan Yang Maha Esa jelas mengadopsi kon-sep bertuhan Islam, hal ini begitu jelas dan tegas Tuhan berfirman dalam Quran:
 “Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa” (Qs.an-Nahl [16]: 22),
“Dan Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah dua tuhan, hanyalah Dia Tuhan Yang Maha Esa (Qs.an-Nahl [16]: 51).
Islam sebagai ajaran agama yang menerapkan bahwa hanya ada satu Tuhan, yaitu Tuhan Allah. Peletakan ideologi Ketuhanan Islam dalam Sila Pertama Pancasila adalah tepat mengingat bahwa Islam telah berkembang sebagai agama Nusantara yang mewarnai kehidupan manusia Nusantara sejak lama hingga kini.
Islam mengajarkan hubungan baik dengan sesama manusia. Rasulullah Saw sangat menghormati kaum dzimmi yang hidup dalam lindungan Islam. Islam yang hadir dalam konsep ketuhanan yang menolak manusia untuk menuhankan selain Allah sebagai satu-satunya Tuhan (monoteisme yang ketat).
Islam hadir untuk meluruskan pema-haman atas konsep ketuhanan yang selama ini telah hidup dan berlangsung selama ribuan tahun di Nusantara. Ketuhanan Yang Maha Esa diakui atau tidak merupakan sumbangsih besar Ideologi Islam terhadap Ideologi Pancasila. Islam menolak konsep Ketuhanan politeisme, Islam hanya mengakui satu Tuhan yaitu Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan.
Penolakan Islam sebagai dasar negara oleh beberapa Bapak Pendiri Bangsa, disebabkan oleh keberpihakan negara terhadap satu agama tertentu, yaitu Islam. Selain itu penolakan juga diakibatkan oleh pandangan bahwa negara Indonesia bukanlah Negara Islam . Peletakan Sila pertama Pancasila dengan Ketuha-nan yang Maha Esa sebagai landasan ideologi negara merupakan kemenangan para ideolog muslim Indonesia.
Lalu siapakah yang dimaksud dengan Ketuhanan yang Maha Esa itu sendiri dalam Pancasila? Penjelasan merujuk kepada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan secara tegas:...”Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya … “ Inilah Tuhan yang dimaksud dalam sila Pertama Pancasila. Nilai sila pertama yang mengandung sifat Ketuhanan Islam yaitu Tauhid.
Masuknya nilai ideologi Islam tentang Ketuhanan ke dalam dasar fondasi ideologi Bangsa Indonesia tentunya dapat dilacak dari para pembentuk awal Negara Indonesia yang memiliki integritas kuat terhadap Islam. Dihapusnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, tidak melumpuhkan semangat mereka untuk meletakkan Islam dalam fondasi Pancasila. Hilangnya tujuh kata tersebut tergantikan dengan hadirnya nilai Tauhid dalam Pancasila.
Masuknya nilai Tauhid dalam ideologi bangsa Indonesia tidak menjadikan umat Islam memerangi umat lainnya. Justru Umat Islam sangat menghargai dan menghormati umat beragama yang lain, sesuai dengan nilai Islam yang turut mewarnai sila kedua Pancasila.

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Nilai kemanusiaan dalam sila kedua Pancasila menunjukkan sebuah kesadaran sikap penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan. Nilai kemanusiaan menolak sikap chauvinisme yang mementingkan kebenaran dirinya dibandingkan manusia yang lain. Penghargaan atas manusia ini menuntut sikap perilaku manusia yang adil. Adil terhadap dirinya, adil terhadap manusia lainnya, karena adil adalah sifat Tuhan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengilhami sila-sila berikutnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai Tauhid Islam mewarnai sila-sila dalam Pancasila.
Dalam konteks kemanusiaan yang adil juga beradab, maka Islam juga turut memasukkan nilai-nilai dasarnya yaitu sifat adil yang merupakan sifat utama Allah Swt yang wajib diteladani oleh manusia. Sifat adil serta beradab terdapat secara tegas di dalam Quran Surah an-Nahl [16]:90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajaran”.Ayat tersebut di atas mengandung garis hukum, yaitu: perintah berlaku adil dan berbuat kebajikan kepada manusia yang berasal dari Allah Swt.
Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan, bahkan Rasulullah Saw sangat menghormati pemeluk agama lainnya dimana di Kota Madinah hidup masyarakat Islam dan Yahudi. Sikap dan perilaku manusia yang adil dan beradab adalah pencerminan sifat Tuhan yang Maha Adil, dan Maha Memuliakan HambaNya. Sifat inilah yang wajib diteladani oleh manusia Indonesia yang menyatakan keadilan dan keberadaban sebagai sebuah ideologi. Ideologi manusia yang mengutamakan penghormatan dan penghargaan atas manusia setelah ia mengakui Keesaan Tuhan.
Manusia Indonesia dengan ideologi Pancasila telah mampu diterima di tengah-tengah kancah pergaulan masyarakat internasional. Bangsa Indonesia dengan konsep penghargaan dan penghormatan yang tinggi atas nilai kemanusiaan menolak penjajahan, sifat perilaku destrukstif baik atas nama agama maupun atas dasar kesukuan.
Manusia diciptakan sederajat, dan manusia terbaik adalah manusia yang bertaqwa kepadaNya. Sifat penghargaan Islam yang tertuang dalam ideologi Pancasila sila kedua ini juga menghargai sebuah nilai persaudaraan dan perdamaian antar manusia. Persaudaraan dan perdamaian tersebut tertuang dalam Sila Ketiga Pancasila. (Azhary, 1992)

Sila Persatuan Indonesia


Persatuan Indonesia mengandung makna sebuah persatuan berbagai ragam bahasa, budaya, suku, dan beragam kehidupan manusia Indonesia. Inilah semangat nasionalisme Indonesia yang beragam. Penghargaan atas keberagaman dalam persatuan dalam Islam tergambar jelas dalam firman Allah Swt: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (Qs. al-Hujuurat [49]:13) Ayat tersebut di atas menggambarkan bagaimana Tuhan menciptakan manusia dalam beragam budaya (multikultur).
Bangsa Indonesia memiliki beragam suku, dan tentunya setiap suku memiliki alat komunikasi berupa bahasa kaumnya. Menyatunya berbagai ragam suku bangsa dalam bingkai Indonesia ini adalah akibat terjadinya penjajahan yang telah menyengsarakan manusia Indonesia. Masyarakat dan Bangsa Indonesia menciptakan kesadaran dalam sikap batin akan kesamaan nasib yang menyatukan semua komponen anak bangsa dalam sebuah semangat Nasional. Faham nasionalisme dalam konteks Islam juga dilakukan oleh Rasulullah Saw ketika mengadakan sebuah perjanjian perdamaian dalam sebuah piagam yang dikenal dengan nama Piagam Madinah.
Konsep persaudaran antar umat beragama membolehkan kita untuk saling bekerjasama, bermuamallah, saling tolong menolong yang dilandasi oleh semangat persaudaraan dan persatuan seperti yang terangkum dalam perjanjian antar umat Islam dan Yahudi tersebut. Dalam lapangan muamallah kita diwajibkan untuk menciptakan rasa persaudaraan, dan Rasulullah Saw melarang umat Islam untuk mengganggu tetangga, karena Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Sikap destrukstif dengan saling menghancurkan adalah sebuah sikap yang jauh dari nilai Islam.
Peperangan ataupun sikap destruktif oleh umat Islam lebih disebabkan oleh ketidakadilan sosial yang terjadi akibat karena terusirnya mereka akibat terjadinya eksploitasi manusia. Dalam konsep persaudaraan antar umat beragama, nilai keimanan dengan mengakui Tuhan yang Maha Esa sebagai konsep tauhid adalah sebuah kesadaran mutlak religiusitas umat Islam dimanapun dan kapanpun. Konsep penghormatan terhadap umat beragama lainnya menjadikan umat Islam mengutamakan kerjasama sosial dengan pemeluk agama lainnya. Nilai persatuan antar umat beragama diletakkan sebagai basis ideologi Bangsa.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri atas beragam etnik, suku dan keyakinan. Keberagaman masyarakat yang multikultur ini menjadikan kita semakin menyadari bahwa setiap umat beragama di Indonesia harus terjalin persaudaraan. Kesadaran atas kesamaan kebutuhan, kepentingan, tidak menjadikan kita saling menghancurkan, saling membunuh, merusak hanya akan menimbulkan kehancuran peradaban Indonesia. Perbedaan agama, kultur, etnik, menjadi salah satu faktor penyatu sekaligus menjadi sebuah titik tolak terjadinya perpecahan bangsa.
Kehancuran peradaban Bangsa Indonesia akan mudah terjadi ketika setiap komponen bangsa mengutamakan garis-garis perbedaan dibandingkan titik-titik persamaan antar komponen bangsa yang berbeda dan beragam. Beragam sengketa mudah terjadi akibat meningkatnya rasa kesukuan yang tinggi, rasa keagamaan tetapi mengesampingkan rasa Ketuhanan. Masyarakat Islam Indonesia sebagai bagian dari sebuah bangsa yang besar melihat adanya sebuah nilai-nilai kesadaran bangsa melalui nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam.

Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilaun.


 “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (Qs.Ali Imran [3]:159) Islam adalah agama yang mengutamakan kemaslahatan umat, dengan demikian menjadi logis bahwa Islam mengutamakan musyawarah dan kerjasama konstruktif untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Kerjasama dan sikap saling menolong begitu utama dalam Islam sehingga Rasulullah Saw dalam menghadapi berbagai peperangan perlu mengundang para sahabat untuk bermusyawarah.
Rasulullah adalah orang yang suka bermusyawarah dengan para sahabatnya, bahkan beliau adalah orang yang paling banyak bermusyawarah dengan sahabat. Beliau bermusyawarah dengan mereka di perang badar, bermusyawarah dengan mereka di perang uhud, bermusyawarah dengan mereka di perang khandak, beliau mengalah dan mengambil pendapat para pemuda untuk membiasakan mereka bermusyawarah dan berani menyampaikan pendapat dengan bebas sebagaimana di perang uhud.
Begitu agungnya cara musyawarah untuk mencapai sebuah tujuan sehingga musyawarah merupakan bagian dari Islam Dan Ideologi Pancasila. Allah Swt berfirman: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.” (Qs. as-Syuura [42]: 38) Islam mewarnai nilai-nilai ideologi bangsa melalui proses bermusyawarah dalam penyelesaian setiap masalah yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia.
Demokrasi dalam Islam tidaklah berlaku secara mutlak, karena nilai demokrasi dibatasi oleh supremasi hukum. Supremasi hukum menunjukkan bahwa kedudukan penguasa maupun rakyat tunduk kepada hukum. Inilah konsep demokrasi yang dianut di dalam Islam. Penguasa tunduk pada hukum demikian pula rakyat, tidak ada satupun yang tak terjangkau hukum. Hukumlah yang membatasi kebebasan individu yang tanpa batas, dan untuk itu ia dapat dianggap sebagai panglima.
Dalam konsep demokrasi suara rakyat adaah suara Tuhan (vox populli vox dei), dan ini dapat menjadi persoalan ketika masing-masing pihak mengutamakan pendapatnya sebagai pendapat yang paling benar karena pendapatnya mencerminkan suara Tuhan. Ketika suara rakyat yang tanpa batas menyeruak menjadi sebuah ideologi tanpa dapat dikendalikan oleh hukum, maka akan memunculkan penghisapan oleh yang kuat terhadap yang lemah.
Demokrasi yang diinginkan oleh para Bapak Bangsa adalah sebuah demokrasi yang dilaksanakan dengan cara bermusyawarah, dibarengi dengan sebuah pemahaman akan pengetahuan serta dilaksanakan dengan bijaksana. Inilah ideologi berdemokrasi bagi Bangsa Indonesia, bukan dengan memaksakan kehendak karena ketakfahaman/ketidaktahuan akan nilai luhur berdemokrasi. Disinilah kemudian hukum diletakkan sebagai pembatas untuk menghindari kebebasan tanpa batas tak bertanggungjawab.
Inilah kesesuaian antara Nomokrasi Islam dan demokrasi Pancasila, dimana nilai Islam mewarnai warna demokrasi Indonesia. Berbagai konflik telah melanda Indonesia sejak digulirkannya reformasi tahun 1998. Pertikaian antar suku di Kalimantan, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia, pertikaian yang mengatasnamakan agama di Maluku, pertikaian vertikal akibat perbedaan status ekonomi di beberapa kota besar di Indonesia adalah kesalahan dalam membaca arti demokrasi.

Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan sosial berkait dengan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang Indonesia, dan Islam telah mencanangkan bentuk masyarakat yang berkeadilan. Allah Swt berfirman dalam Qs. Az-Dzariyat [51]:19: “Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” Berdasarkan ayat tersebut di atas maka harta harus beredar secara adil kepada masyarakat secara adil. Harta yang Allah Swt turunkan kepada setiap hambaNya juga dititpkan harta bagi orang miskin.
Harta yang dititipkan menjadi hak orang miskin, sehingga dalam penguasaan harta tidak dikenal penguasaan harta secara mutlak. Harta yang didistribusikan oleh manusia adalah harta milik manusia lainnya. Konsep pemusatan harta hanya akan menimbulkan ketimpangan ekonomi yang menjadikan jurang pemisah antara kaya dan miskin semakin lebar. Keadilan sosial adalah tujuan terciptanya keadilan dalam Islam, Islam menolak konsep kapitalisme yang memusatkan harta hanya di tangan para pemilik modal. Islam adalah agama adil, karena keadilan adalah sifat Tuhan dan berbuat akan mendekatkan diri setiap hamba kepada Tuhan. Konsep keadilan sosial dalam Islam juga berbeda dengan keadilan sosial dalam sistem sosialisme.
Keadilan sosial dalam Islam memiliki basis tauhid, dimana Allah Swt sebagai Maha Pencipta menciptakan segala benda bagi kesejahteraan umat manusia. Harta diyakini sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan setiap orang berhak untuk memperoleh karunia ciptaanNya tersebut. Konsep keadilan sosial dalam Islam diterapkan secara konkrit dalam bentuk zakat.
Zakat adalah bentuk nyata dari tebaran kesejahteraan bagi umat. Harta didistribusikan kepada segenap masyarakat, dan zakat adalah bersifat wajib mengandung makna pembersihan menuju kesucian. Harta diperoleh dengan cara-cara yang dibenarkan oleh Islam serta disitribusikan secara adil. Penerapan keadilan sosial haruslah dimaknai bukan hanya sekedar membangun lembaga-lembaga keuangan yang berbasis Islam (syariah), akan tetapi keadilan sosial adalah pendistribusian kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Kesimpulan Islam dan Pancasila bukanlah dua ideologi yang saling berbenturan.
Islam adalah sebuah ajaran yang utuh, yang mengedepankan nilai-nilai Ketuhanan sekaligus kemanusiaan dan kemasyarakatan. Khazanah Islam telah diletakkan sebagai fondasi dalam ideologi Pancasila. Islam bukanlah Pancasila, akan tetapi nilai-nilai Islam telah masuk ke dalam Pancasila yang hingga kini digunakan sebagai ideologi bangsa Indonesia. Perdebatan antara golongan Islam dan golongan Nasionalis harus menyadari bahwasanya Islam dan Pancasila mampu menciptakan proses dialogis, sehingga tak perlu lagi dibenturkan dalam dua ideologi yang saling bertolak belakang sekaligus berhadap-hadapan.

Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 1983


Hasil Musyawarah nasional (munas) Alim Ulama di Situbondo, pada 12 rabiul awal 1405 H atau 21 desember 1983
Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 1983: Hubungan Pancasila Dan Agama
1.      Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia bukanlah agama, Tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
2.      Sila ketuhanan yang maha esa sebagai dasar negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang -Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjiwai sila -sila yang lain mencerminkan tauhid menurut keimanan dalam Islam.
3.      Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah Aqidah dan Syariat meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.
4.      Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya Umat Islam Indonesia untuk menjalankan Syariat Agamanya.
5.      Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang pancasila dan pengamalannya yang murni konsekuen oleh semua pihak.
Situbondo, 16 Rabi’ul Awwal 1404/ 21 Desember 1983.
Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama.


BAB 3

PENUTUP


Kesimpulan


Indonesia adalah negara berdasarkan Pancasila, jadi bukan negara Islam dan bukan pula negara sekuler.Bertumpu pada kenyataannya, fakta historis telah membuktikan bahwa itulah cara terbaik (the right way) bagi masyarakat Indonesia untuk mendiskripsikan ideologi negara. Pancasila merupakan ringkasan dari kompromi dan persetujuan yang sebelumnya amat sulit dicapai di antara para founding fathers pendiri negara ini.
Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan dan memberikan teladan kepada umat Islam tentang bagaimana hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan ras, suku,bangsa, dan agama. Sebagaimana hal ini telah termaktub dalam Piagam Madinah. Mengenai urusan ke duniawian, umat Islam diberikan kebebasan untuk mengaturnya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dapat didefinisikan sebagai suatu ideologi negara yang berketuhanan berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan. Tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia merumuskan Pancasila direnungkan dari kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. dengan demikian kedudukan Pancasila selain sebagai dasar dan ideologi negara, Pancasila juga sebagai jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia

DAFTAR PUSTAKA


Adian Husaini, “Pancasila Bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam. Kesalahpahaman dan Penyalahpahaman terhadap Pancasila 1945-2009”, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 2009.
Ahmad Sukardja, “Piagam Madinah dan UndangUndang Dasar NKRI 1945”, Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat yang Majemuk, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Muhammad Ali al-Hasyimi. “Musyawarah dalam Islam”, terjemahan oleh Muzafar Sahidu. Islam House, Jakarta, 2009.
http://roudhoh.xtgem.com/Keselarasan%20PANCASILA%20dengan%20hukum%20Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar