BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kemanusiaan
yang berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang paling sempurna dari makhluk
– makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Yang membedakan
manusia dengan yang lainya adalah manusia dibekali akal dan pikiran untuk
melakukan segala kegiatan. Oleh karena itulah manusia menjadi makhluk yang
paling sempurna dari semua makhluk cipaanNya. Kata adil memiliki arti bahwa
suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas ukuran / norma-norma yang
obyektif, dan tidak subyektif, sehingga tidak sewenang-wenang.
Kata beradab
berasal dari kata adab, yang memiliki arti budaya. Jadi adab mengandung arti
berbudaya, yaitu sikap hidup, keputusan dan tindakan yang selalu dilandasi oleh
nilai-nilai budaya, terutama norma – norma sosial dan kesusilaan / moral yang
ada di masyarakat.
Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa
dan mendasari ketiga sila berikutnya. Sila ke 2 memiliki arti bahwa adanya
kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi
nurani manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya.
Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua manusia di dunia, tanpa memandang ras,
keturunan dan warna kulit, serta bersifat universal.
Kemanusiaan yang
adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber pada ajaran Tuhan Yang Maha
Esa yakni sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaanNya. Jika dihubungkan
dengan etika global, manusia sebagai objek dalam kajian kemanusiaan pastinya
terlibat dalam peranan masyarakat global. Oleh karena itu, manusia sendiri
diharuskan untuk memahami kenyataan global dan dengan memahaminya kita
dimungkinkan untuk menuju masa depan, menuju apa yang secara ideal
dicita-citakan bersama. Sebab pada dasarnya, etika global mengacu pada sikap
moral manusia yang paling mendasar dan tentunya sesuai dengan hakikat Pancasila
di sila kedua yang bunyinya “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas, telah kami rumuskan berbagai permasalahan yang harus dijawab
seperti:
1. Apa hakikat
kemanusiaan dan Etika Global sesuai dengan sila ke-2 Pancasila dan apa definisi
dari etika global sendiri?
2. Bagaimana
kaitan kemanusiaan yang berdasar pada sila ke-2 dengan etika global dan
bagaimana penyikapannya yang ada di masyarakat indonesia?
BAB
II
Pembahasan
2.1 Hakikat Kemanusiaan Sesuai Dengan
Sila Ke-2 dan Definisi Etika Global
2.1.1
Hakikat
Kemanusiaan Sesuai Dengan Sila Ke-2
Kemanusiaan
yang berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang paling sempurna dari makhluk
– makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Yang membedakan
manusia dengan yang lainya adalah manusia dibekali akal dan pikiran untuk
melakukan segala kegiatan. Oleh karena itulah manusia menjadi makhluk yang
paling sempurna dari semua makhluk cipaanNya. Kata adil memiliki arti bahwa
suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas ukuran / norma-norma yang
obyektif, dan tidak subyektif, sehingga tidak sewenang-wenang.
Sila
kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sederetan kata yang merupakan suatu
frase, unsur inti sila tersebut adalah kata kemansiaan yang terdiri atas
kata dasar manusia berimbuhan ke-an. Makna kata tersebut secara morfologis
berarti “abstrak” atau “hal”. Jadi kemanusiaan berarti kesesuaian dengan
hakikat manusia. Arti kemanusiaan dalam sila kedua mengandung makna :
kesesuaian sifat – sifat dan keadaan negara dengan hakikat (abstrak)
manusia. Isi arti sila – sila pancasila adalah suatu kesatuan bulat dan
utuh. Oleh karena itu sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah dijiwa dan
didasari oleh sila ‘ Ketuhanan yang Maha Esa ’, dan mendasari sila
Persatuan Indonesia karena persatuan tersebut maka sila ‘ Kemausiaan yang adil
dan beradab ’ senantiasa terkandung didalamnya keempat sila yang lainnya. Maka
sila kedua tersebut : Kemanusiaan yang adil dan beradab yang Berketuhanan yang
Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipmpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Maka sila kedua megandung cita–cita kemanusiaan yang
lengkap yang bersumber pada hakikat manusia. Adapun makna sila ke
dua antaralain :
- Mengembangkan sikap
tenggang rasa
- Saling mencintai sesama
manusia
- Menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan
- Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan
- Tidak semena-mena
terhadap orang lain
- Berani membela
kebenaran dan keadilan
- Mampu melakukan yang
baik demi kebenaran
- Menjaga kepercayaan
orang
- Ramah dalam bermasyarakat
Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa
dan mendasari ketiga sila berikutnya. Sila ke 2 memiliki arti bahwa adanya
kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi
nurani manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya.
Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua manusia di dunia, tanpa memandang ras,
keturunan dan warna kulit, serta bersifat universal.
2.1.2
Definisi
Etika Global
Etika Global
bermula dari asumsi bahwa sebagai manusia kita telah terllibat dalam masyarakat
global, entah kita mengetahuinya atau tidak; entah kita menyukainya atau tidak.
Dengan kata lain, etika global merupakan sebuah tanggapan etis terhadap konteks
global yang baru. Tanggapan etis ini dianggap bermanfaat bagi keseluruhan,
yaitu bagi manusia, alam dan keseluruhan yang ada di planet ini, yang merupakan
titik berangkat yang normatif. Dengan memahami kenyataan global, kita
dimungkinkan untuk menuju masa depan, menuju apa yang secara ideal dicita-citakan
bersama. Sebab pada dasarnya, etika global mengacu pada sikap moral manusia
yang paling mendasar. Ciri-ciri dari etika global adalah:
1. Etika
global masuk dalam level etis yang paling mendasar, nilai-nilai yang mengikat,
serta sikap-sikap dasariah yang paling fundamental.
2. Etika
global menjadi sebuah konsensus bersama agama-agama, namun tidak terhisab dalam
satu tradisi iman tertentu. Karena etika global bukan bertujuan menciptakan
suatu agama tunggal (a unified religion), melainkan semua agama memberikan
sumbangsihnya terhadap persoalan bersama.
3. Etika
global bersifat otokritik. Artinya, ia bukan hanya mengalamatkan pesannya
kepada dunia, tetapi juga pada agama-agama itu sendiri. Hal ini penting karena
agama pada dirinya bersifat paradoksal, satu sisi ia berpotensi mengupayakan
kemanusiaan sejati, namun di sisi lain berpotensi pula melegitimasi segala
bentuk ketidakadilan dan perendahan nilai kemanusiaan.
4. Etika
global terkait dan berpijak pada kenyataan dan isu kongkret.
5. Etika
global dapat dipahami secara umum. Itu berarti, etika global bukan menjadi
suatu diskursus ilmiah pada kalangan tertentu. Semuanya harus dijelaskan dan
dapat dipahami dalam setiap lapisan masyarakat.
6. Etika
global harus memiliki pendasaran religius. Artinya, semua agama-agama baik itu
agama-agama besar maupun agama suku menjadi dasar untuk menopang etika global.
Dengan kata lain, pada saat yang sama etika global dapat dipandang oleh setiap
agama dari dalam masing-masing tradisi yang ada.
Dari ciri-ciri
di atas, maka etika global memiliki empat dimensi aktual yang menjadi realitas
hidup global, yaitu:
1. Dimensi
Kosmis (Manusia dengan Alam)
Isu ekologis ini menuntut suatu cara hidup global baru yang tidak hanya berfokus pada produktivitas, namun juga solidaritas dengan lingkungan hidup. Cara hidup tersebut harus berpusat pada sebuah komunitas seluruh ciptaan. Visi ekologis ini sekaligus menyiratkan kritik etis atas realitas ekologis yang sedang dialami secara global oleh bumi ini, seperti pengrusakan alam, global warming/climate change, kelaparan, punahnya spesies tertentu, peperangan dsb.
Isu ekologis ini menuntut suatu cara hidup global baru yang tidak hanya berfokus pada produktivitas, namun juga solidaritas dengan lingkungan hidup. Cara hidup tersebut harus berpusat pada sebuah komunitas seluruh ciptaan. Visi ekologis ini sekaligus menyiratkan kritik etis atas realitas ekologis yang sedang dialami secara global oleh bumi ini, seperti pengrusakan alam, global warming/climate change, kelaparan, punahnya spesies tertentu, peperangan dsb.
2. Dimensi
Antropologis (Laki-laki dan Perempuan)
Isu gender menjadi perhatian serius dalam mewujudkan etika global. Dunia pada masa kini dipandang masih diwarnai sistem hubungan yang terlalu patriarkis; laki-laki pada kodratnya dianggap memang lebih unggul ketimbang perempuan. Sistem patriarkis ini lebih jauh dilihat sebagai sumber dari banyak realitas hidup yang amat tidak manusiawi: eksploitasi laki-laki atas perempuan, pelecehan seksual anak-anak, serta pelacuran. Tanggung jawab global seharusnya membawa serta cara hidup baru yang lebih mengusahakan kesetaraan dan kesederajatan. Dengan kata lain, ada komitmen kuat pada sebuah budaya yang setara hak dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan.
Isu gender menjadi perhatian serius dalam mewujudkan etika global. Dunia pada masa kini dipandang masih diwarnai sistem hubungan yang terlalu patriarkis; laki-laki pada kodratnya dianggap memang lebih unggul ketimbang perempuan. Sistem patriarkis ini lebih jauh dilihat sebagai sumber dari banyak realitas hidup yang amat tidak manusiawi: eksploitasi laki-laki atas perempuan, pelecehan seksual anak-anak, serta pelacuran. Tanggung jawab global seharusnya membawa serta cara hidup baru yang lebih mengusahakan kesetaraan dan kesederajatan. Dengan kata lain, ada komitmen kuat pada sebuah budaya yang setara hak dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan.
3. Dimensi
Sosio-Politis (Kaya dan Miskin)
Kemiskinan yang terjadi di seluruh dunia, penyebab utamanya bukan hanya pada individu-individu. Institusi-institusi dan struktur-struktur yang tidak adil juga menjadi penyebab atas tragedi kemiskinan. Kesenjangan yang terjadi antara penguasa dan rakyat semakin meluas mengakibatkan akses ekonomi semakin lemah. Atas nama investasi, maka kaum borjuis menguasai perekonomian yang tak terkendali tanpa memberikan penguatan pada ekonomi lokal yang dikelola secara langsung oleh rakyat. Jika penguasa dengan “mesin politik” yang haus kekuasaan tetap berlangsung, maka penguasa tidak lagi pro rakyat. Akibatnya, penindasan dan eksploitasi atas nilai-nilai kemanusiaan tetap berlangsung. Kesejahteraan hanya menjadi pemanis bibir pada saat berkampanye untuk mencari kekuasaan. Politik seharusnya menjadi alat untuk mengabdi pada kemanusiaan; mengupayakan perjuangan melawan kemiskinan dan ketidakadilan global.
Kemiskinan yang terjadi di seluruh dunia, penyebab utamanya bukan hanya pada individu-individu. Institusi-institusi dan struktur-struktur yang tidak adil juga menjadi penyebab atas tragedi kemiskinan. Kesenjangan yang terjadi antara penguasa dan rakyat semakin meluas mengakibatkan akses ekonomi semakin lemah. Atas nama investasi, maka kaum borjuis menguasai perekonomian yang tak terkendali tanpa memberikan penguatan pada ekonomi lokal yang dikelola secara langsung oleh rakyat. Jika penguasa dengan “mesin politik” yang haus kekuasaan tetap berlangsung, maka penguasa tidak lagi pro rakyat. Akibatnya, penindasan dan eksploitasi atas nilai-nilai kemanusiaan tetap berlangsung. Kesejahteraan hanya menjadi pemanis bibir pada saat berkampanye untuk mencari kekuasaan. Politik seharusnya menjadi alat untuk mengabdi pada kemanusiaan; mengupayakan perjuangan melawan kemiskinan dan ketidakadilan global.
4. Dimensi
Religius (Manusia dan Tuhan)
Hubungan yang terbangun ini ada dalam lembaga-lembaga agama. Oleh karenanya, tidak ada alasan dari semua agama untuk menjadi alat pemicu konflik atas dasar dogma yang berbeda. Semua agama memiliki jalan tersendiri, namun menuju kepada satu tujuan yakni Tuhan. Dengan demikian, maka toleransi harus menjadi dasar hidup bersama penganut agama.
Hubungan yang terbangun ini ada dalam lembaga-lembaga agama. Oleh karenanya, tidak ada alasan dari semua agama untuk menjadi alat pemicu konflik atas dasar dogma yang berbeda. Semua agama memiliki jalan tersendiri, namun menuju kepada satu tujuan yakni Tuhan. Dengan demikian, maka toleransi harus menjadi dasar hidup bersama penganut agama.
Prinsip dari
etika global yakni setiap manusia harus diperlakukan manusiawi. Berdasarkan
prinsip ini dan golden rule di atas maka harus ada komitmen pada sebuah budaya
tanpa kekerasan dan penghargaan pada kehidupan; komitmen pada sebuah budaya
solidaritas dan sebuah tata ekonomi yang adil; komitmen pada sebuah budaya
toleransi dan sebuah kehidupan dalam kebenaran; dan komitmen pada sebuah budaya
hak-hak yang setara dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan.
2.2 Kaitan Kemanusiaan Sesuai dengan Sila Ke-2 dengan
Etika Global
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan mendasari ketiga
sila berikutnya. Sila ke 2 memiliki arti bahwa adanya kesadaran sikap dan
perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam
hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya. Potensi kemanusiaan
dimiliki oleh semua manusia di dunia, tanpa memandang ras, keturunan dan warna
kulit, serta bersifat universal.Sedangkan etika global sendiri, merupakan tingkah
laku manusia dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih banyak bersangkut
dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia. Dan penerapannya dalam sistem global, bagaimana manusia tersebut
memainkan perannya secara baik dan benar di dalam ruang lingkup bermasyarakat
tanpa membedakan hak dan kewajiban dalam setiap individu satu dengan yang
lainnya.
Pengamalan
nilai-nilai kemanusiaan yang berdasarkan kepada Sila ke-2 Pancasila yang
berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” dalam kehidupan masyarakat global
atau etika global dapat diambil contoh secara luasnya dalam kehidupan bernegara
dan secara sederhananya dapat diambil contoh dari kehidupan sehari-hari.
a.
Dalam kehidupan bernegara
Pengamalan nilai
kemanusiaan yang berdasar pada sila ke-2 pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat dalam ruang lingkup bernegara contoh lebih spesifiknya adalah
negara menggalakkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menegakkan Hak
Asasi Manusia terhadap satu dengan yang lainnya yang di landasi dengan sumber
hukum dari UUDRI 1945 Pasal 28 A-J. Dimana sangat terlihat jelas adanya
keadilan yang merata bagi seluruh masyarakat indonesia dalam penerapannya
maupun penerimaannya.
b.
Dalam kehidupan sehari-hari
Nilaikemanusiaan yang
masihberdasarkandengansilakeduapancasilabukanhanyaditerapkandalamkehidupanbernegara,
tentunyajugaharusditerapkanolehseluruhmasyarakat Indonesia
dalamkehidupannyasehari-hari.Contohpenerapannyaantaralainseperti:
1.
Masyarakat
Indonesia tentunyaharusbersikapadilsatusamalainnya,
tidakmembeda-bedakanmanusiaberdasarkansuku, warnakulit,
tingkatekonomimaupuntingkatpendidikan.
2.
Menyadaribahwaseluruhmasyarakatdunia,
khususnya Indonesia memilikihakdankewajiban yang samadimataTuhanmaupunhukum.
3.
Membelakebenarandankeadilantanpamemihak.
4.
Tidakmelakukantindakandiskriminatifsatusama
lain antarmasyarakat Indonesia.
BAB
III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari isimakalah yang telah kami susun, kami
menyimpulkanbahwanilai-nilaidasar yang terkandungdarikemanusiaan yang
berdasarkanpadasilakeduapancasilamerupakankemanusiaan
yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber pada ajaran Tuhan Yang
Maha Esa yakni sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaanNya.Arti kemanusiaan
dalam sila kedua mengandung makna : kesesuaian sifat – sifat dan keadaan negara
dengan hakikat (abstrak) manusia. Isi arti sila – sila pancasila adalah
suatu kesatuan bulat dan utuh. Oleh karena itu sila kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah dijiwa dan didasari oleh sila ‘ Ketuhanan yang Maha Esa
’, dan mendasari sila Persatuan Indonesia karena persatuan tersebut maka
sila ‘ Kemausiaan yang adil dan beradab ’ senantiasa terkandung didalamnya
keempat sila yang lainnya. Maka sila kedua tersebut : Kemanusiaan yang adil dan
beradab yang Berketuhanan yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan
yang dipmpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan,
serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Jika dihubungkan dengan
etika global, manusia sebagai objek dalam kajian kemanusiaan pastinya terlibat
dalam peranan masyarakat global. Oleh karena itu, manusia sendiri diharuskan
untuk memahami kenyataan global dan dengan memahaminya kita
dimungkinkan untuk menuju masa depan, menuju apa yang secara ideal dicita-citakan
bersama. Sebab pada dasarnya, etika global mengacu pada sikap moral manusia
yang paling mendasar dan tentunya sesuai dengan hakikat Pancasila di sila kedua
yang bunyinya “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Daftar Isi
Kaelan, 1999.PendidikanPancasilaYuridisKenegaraan. Yogyakarta.Paradigma.
Recent evidence suggests that visiting a chiropractor and having a chiropractor as your primary doctor would yield better results in the form of saving money and probably increasing your overall health and wellnesspitch.
BalasHapus