Senin, 16 Januari 2017

Makalah Hakikat Kemanusiaan dan Etika Global Sesuai dengan Sila ke-2 Pancasila

BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Kemanusiaan yang berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang paling sempurna dari makhluk – makhluk yang diciptakan oleh Tuhan  Yang Maha Esa. Yang membedakan manusia dengan yang lainya adalah manusia dibekali akal dan pikiran untuk melakukan segala kegiatan. Oleh karena itulah manusia menjadi makhluk yang paling sempurna dari semua makhluk cipaanNya. Kata adil memiliki arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas ukuran / norma-norma yang obyektif, dan tidak subyektif, sehingga tidak sewenang-wenang.
Kata beradab berasal dari kata adab, yang memiliki arti budaya. Jadi adab mengandung arti berbudaya, yaitu sikap hidup, keputusan dan tindakan yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai budaya, terutama norma – norma sosial dan kesusilaan / moral yang ada di masyarakat.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan mendasari ketiga sila berikutnya. Sila ke 2 memiliki arti bahwa adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua manusia di dunia, tanpa memandang ras, keturunan dan warna kulit, serta bersifat universal.
Kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa yakni sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaanNya. Jika dihubungkan dengan etika global, manusia sebagai objek dalam kajian kemanusiaan pastinya terlibat dalam peranan masyarakat global. Oleh karena itu, manusia sendiri diharuskan untuk memahami kenyataan global dan dengan memahaminya kita dimungkinkan untuk menuju masa depan, menuju apa yang secara ideal dicita-citakan bersama. Sebab pada dasarnya, etika global mengacu pada sikap moral manusia yang paling mendasar dan tentunya sesuai dengan hakikat Pancasila di sila kedua yang bunyinya “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, telah kami rumuskan berbagai permasalahan yang harus dijawab seperti:
1.      Apa hakikat kemanusiaan dan Etika Global sesuai dengan sila ke-2 Pancasila dan apa definisi dari etika global sendiri?
2.      Bagaimana kaitan kemanusiaan yang berdasar pada sila ke-2 dengan etika global dan bagaimana penyikapannya yang ada di masyarakat indonesia?


BAB II
Pembahasan
2.1  Hakikat Kemanusiaan Sesuai Dengan Sila Ke-2 dan Definisi Etika Global
2.1.1         Hakikat Kemanusiaan Sesuai Dengan Sila Ke-2
Kemanusiaan yang berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang paling sempurna dari makhluk – makhluk yang diciptakan oleh Tuhan  Yang Maha Esa. Yang membedakan manusia dengan yang lainya adalah manusia dibekali akal dan pikiran untuk melakukan segala kegiatan. Oleh karena itulah manusia menjadi makhluk yang paling sempurna dari semua makhluk cipaanNya. Kata adil memiliki arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas ukuran / norma-norma yang obyektif, dan tidak subyektif, sehingga tidak sewenang-wenang.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sederetan kata yang merupakan suatu frase, unsur  inti sila tersebut adalah kata kemansiaan yang terdiri atas kata dasar manusia berimbuhan ke-an. Makna kata tersebut secara morfologis berarti “abstrak”  atau “hal”. Jadi kemanusiaan berarti kesesuaian dengan hakikat manusia. Arti kemanusiaan dalam sila kedua mengandung makna : kesesuaian sifat – sifat dan keadaan negara dengan hakikat (abstrak) manusia.  Isi arti sila – sila pancasila adalah suatu kesatuan bulat dan utuh. Oleh karena itu sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah dijiwa dan didasari oleh sila ‘ Ketuhanan yang Maha Esa ’, dan mendasari sila Persatuan Indonesia karena persatuan tersebut maka sila ‘ Kemausiaan yang adil dan beradab ’ senantiasa terkandung didalamnya keempat sila yang lainnya. Maka sila kedua tersebut : Kemanusiaan yang adil dan beradab yang Berketuhanan yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipmpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka sila kedua megandung cita–cita kemanusiaan yang lengkap yang bersumber pada hakikat manusia. Adapun makna sila ke dua  antaralain :
     -       Mengembangkan sikap tenggang rasa
     -       Saling mencintai sesama manusia
     -       Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
     -       Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
     -       Tidak semena-mena terhadap orang lain
     -       Berani membela kebenaran dan keadilan   
     -       Mampu melakukan yang baik demi kebenaran
     -       Menjaga kepercayaan orang 
     -       Ramah dalam bermasyarakat
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan mendasari ketiga sila berikutnya. Sila ke 2 memiliki arti bahwa adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua manusia di dunia, tanpa memandang ras, keturunan dan warna kulit, serta bersifat universal.



2.1.2         Definisi Etika Global
Etika Global bermula dari asumsi bahwa sebagai manusia kita telah terllibat dalam masyarakat global, entah kita mengetahuinya atau tidak; entah kita menyukainya atau tidak. Dengan kata lain, etika global merupakan sebuah tanggapan etis terhadap konteks global yang baru. Tanggapan etis ini dianggap bermanfaat bagi keseluruhan, yaitu bagi manusia, alam dan keseluruhan yang ada di planet ini, yang merupakan titik berangkat yang normatif. Dengan memahami kenyataan global, kita dimungkinkan untuk menuju masa depan, menuju apa yang secara ideal dicita-citakan bersama. Sebab pada dasarnya, etika global mengacu pada sikap moral manusia yang paling mendasar. Ciri-ciri dari etika global adalah:
1.      Etika global masuk dalam level etis yang paling mendasar, nilai-nilai yang mengikat, serta sikap-sikap dasariah yang paling fundamental.
2.      Etika global menjadi sebuah konsensus bersama agama-agama, namun tidak terhisab dalam satu tradisi iman tertentu. Karena etika global bukan bertujuan menciptakan suatu agama tunggal (a unified religion), melainkan semua agama memberikan sumbangsihnya terhadap persoalan bersama.
3.      Etika global bersifat otokritik. Artinya, ia bukan hanya mengalamatkan pesannya kepada dunia, tetapi juga pada agama-agama itu sendiri. Hal ini penting karena agama pada dirinya bersifat paradoksal, satu sisi ia berpotensi mengupayakan kemanusiaan sejati, namun di sisi lain berpotensi pula melegitimasi segala bentuk ketidakadilan dan perendahan nilai kemanusiaan.
4.      Etika global terkait dan berpijak pada kenyataan dan isu kongkret.
5.      Etika global dapat dipahami secara umum. Itu berarti, etika global bukan menjadi suatu diskursus ilmiah pada kalangan tertentu. Semuanya harus dijelaskan dan dapat dipahami dalam setiap lapisan masyarakat.
6.      Etika global harus memiliki pendasaran religius. Artinya, semua agama-agama baik itu agama-agama besar maupun agama suku menjadi dasar untuk menopang etika global. Dengan kata lain, pada saat yang sama etika global dapat dipandang oleh setiap agama dari dalam masing-masing tradisi yang ada.
Dari ciri-ciri di atas, maka etika global memiliki empat dimensi aktual yang menjadi realitas hidup global, yaitu:
1.      Dimensi Kosmis (Manusia dengan Alam)
Isu ekologis ini menuntut suatu cara hidup global baru yang tidak hanya berfokus pada produktivitas, namun juga solidaritas dengan lingkungan hidup. Cara hidup tersebut harus berpusat pada sebuah komunitas seluruh ciptaan. Visi ekologis ini sekaligus menyiratkan kritik etis atas realitas ekologis yang sedang dialami secara global oleh bumi ini, seperti pengrusakan alam, global warming/climate change, kelaparan, punahnya spesies tertentu, peperangan dsb.
2.      Dimensi Antropologis (Laki-laki dan Perempuan)
Isu gender menjadi perhatian serius dalam mewujudkan etika global. Dunia pada masa kini dipandang masih diwarnai sistem hubungan yang terlalu patriarkis; laki-laki pada kodratnya dianggap memang lebih unggul ketimbang perempuan. Sistem patriarkis ini lebih jauh dilihat sebagai sumber dari banyak realitas hidup yang amat tidak manusiawi: eksploitasi laki-laki atas perempuan, pelecehan seksual anak-anak, serta pelacuran. Tanggung jawab global seharusnya membawa serta cara hidup baru yang lebih mengusahakan kesetaraan dan kesederajatan. Dengan kata lain, ada komitmen kuat pada sebuah budaya yang setara hak dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan.
3.      Dimensi Sosio-Politis (Kaya dan Miskin)
Kemiskinan yang terjadi di seluruh dunia, penyebab utamanya bukan hanya pada individu-individu. Institusi-institusi dan struktur-struktur yang tidak adil juga menjadi penyebab atas tragedi kemiskinan. Kesenjangan yang terjadi antara penguasa dan rakyat semakin meluas mengakibatkan akses ekonomi semakin lemah. Atas nama investasi, maka kaum borjuis menguasai perekonomian yang tak terkendali tanpa memberikan penguatan pada ekonomi lokal yang dikelola secara langsung oleh rakyat. Jika penguasa dengan “mesin politik” yang haus kekuasaan tetap berlangsung, maka penguasa tidak lagi pro rakyat. Akibatnya, penindasan dan eksploitasi atas nilai-nilai kemanusiaan tetap berlangsung. Kesejahteraan hanya menjadi pemanis bibir pada saat berkampanye untuk mencari kekuasaan. Politik seharusnya menjadi alat untuk mengabdi pada kemanusiaan; mengupayakan perjuangan melawan kemiskinan dan ketidakadilan global.
4.      Dimensi Religius (Manusia dan Tuhan)
Hubungan yang terbangun ini ada dalam lembaga-lembaga agama. Oleh karenanya, tidak ada alasan dari semua agama untuk menjadi alat pemicu konflik atas dasar dogma yang berbeda. Semua agama memiliki jalan tersendiri, namun menuju kepada satu tujuan yakni Tuhan. Dengan demikian, maka toleransi harus menjadi dasar hidup bersama penganut agama.
Prinsip dari etika global yakni setiap manusia harus diperlakukan manusiawi. Berdasarkan prinsip ini dan golden rule di atas maka harus ada komitmen pada sebuah budaya tanpa kekerasan dan penghargaan pada kehidupan; komitmen pada sebuah budaya solidaritas dan sebuah tata ekonomi yang adil; komitmen pada sebuah budaya toleransi dan sebuah kehidupan dalam kebenaran; dan komitmen pada sebuah budaya hak-hak yang setara dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan.


2.2  Kaitan  Kemanusiaan Sesuai dengan Sila Ke-2 dengan Etika Global
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan mendasari ketiga sila berikutnya. Sila ke 2 memiliki arti bahwa adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua manusia di dunia, tanpa memandang ras, keturunan dan warna kulit, serta bersifat universal.Sedangkan etika global sendiri, merupakan tingkah laku manusia dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih banyak bersangkut dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. Dan penerapannya dalam sistem global, bagaimana manusia tersebut memainkan perannya secara baik dan benar di dalam ruang lingkup bermasyarakat tanpa membedakan hak dan kewajiban dalam setiap individu satu dengan yang lainnya.
Pengamalan nilai-nilai kemanusiaan yang berdasarkan kepada Sila ke-2 Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” dalam kehidupan masyarakat global atau etika global dapat diambil contoh secara luasnya dalam kehidupan bernegara dan secara sederhananya dapat diambil contoh dari kehidupan sehari-hari.
a.       Dalam kehidupan bernegara
Pengamalan nilai kemanusiaan yang berdasar pada sila ke-2 pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dalam ruang lingkup bernegara contoh lebih spesifiknya adalah negara menggalakkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menegakkan Hak Asasi Manusia terhadap satu dengan yang lainnya yang di landasi dengan sumber hukum dari UUDRI 1945 Pasal 28 A-J. Dimana sangat terlihat jelas adanya keadilan yang merata bagi seluruh masyarakat indonesia dalam penerapannya maupun penerimaannya.




b.      Dalam kehidupan sehari-hari
Nilaikemanusiaan yang masihberdasarkandengansilakeduapancasilabukanhanyaditerapkandalamkehidupanbernegara, tentunyajugaharusditerapkanolehseluruhmasyarakat Indonesia dalamkehidupannyasehari-hari.Contohpenerapannyaantaralainseperti:
1.      Masyarakat Indonesia tentunyaharusbersikapadilsatusamalainnya, tidakmembeda-bedakanmanusiaberdasarkansuku, warnakulit, tingkatekonomimaupuntingkatpendidikan.
2.      Menyadaribahwaseluruhmasyarakatdunia, khususnya Indonesia memilikihakdankewajiban yang samadimataTuhanmaupunhukum.
3.      Membelakebenarandankeadilantanpamemihak.
4.      Tidakmelakukantindakandiskriminatifsatusama lain antarmasyarakat Indonesia.



BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari isimakalah yang telah kami susun, kami menyimpulkanbahwanilai-nilaidasar yang terkandungdarikemanusiaan yang berdasarkanpadasilakeduapancasilamerupakankemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa yakni sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaanNya.Arti kemanusiaan dalam sila kedua mengandung makna : kesesuaian sifat – sifat dan keadaan negara dengan hakikat (abstrak) manusia.  Isi arti sila – sila pancasila adalah suatu kesatuan bulat dan utuh. Oleh karena itu sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah dijiwa dan didasari oleh sila ‘ Ketuhanan yang Maha Esa ’, dan mendasari sila Persatuan Indonesia karena persatuan tersebut maka sila ‘ Kemausiaan yang adil dan beradab ’ senantiasa terkandung didalamnya keempat sila yang lainnya. Maka sila kedua tersebut : Kemanusiaan yang adil dan beradab yang Berketuhanan yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipmpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Jika dihubungkan dengan etika global, manusia sebagai objek dalam kajian kemanusiaan pastinya terlibat dalam peranan masyarakat global. Oleh karena itu, manusia sendiri diharuskan untuk memahami kenyataan global dan dengan memahaminya kita dimungkinkan untuk menuju masa depan, menuju apa yang secara ideal dicita-citakan bersama. Sebab pada dasarnya, etika global mengacu pada sikap moral manusia yang paling mendasar dan tentunya sesuai dengan hakikat Pancasila di sila kedua yang bunyinya “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.


Daftar Isi
Kaelan, 1999.PendidikanPancasilaYuridisKenegaraan. Yogyakarta.Paradigma.



1 komentar:

  1. Recent evidence suggests that visiting a chiropractor and having a chiropractor as your primary doctor would yield better results in the form of saving money and probably increasing your overall health and wellnesspitch.

    BalasHapus