Sabtu, 28 Desember 2019

Islam & Pertanian


Nasi sudah menjadi kebutuhan pangan yang pokok bagi masyarakat di Indonesia. Mengapa begitu? Karena, disinyalir bahwa negara kita ini merupakan negara agraria yang mempunyai produksi komoditi pertanian yang melimpah. Namun, akhir-akhir ini di pemberitaan jamak kali terjadi negara kita malah mengimpor beras dari Vietnam dengan alasan untuk mencukupi kebutuhan pangan kita. Lalu, jika kita merunut masa lalu, apakah di zaman Rasulullah warganya mengonsumsi makanan pokok yang sama dengan kita? Atau malah tidak sama sekali bergantung dari produk pertanian makanan pokok mereka di zaman itu mengingat daerah Timur Tengah sana merupakan daerah yang tandus dan gersang? Kalau begitu bagaimana hubungannya dengan pertanian dan Islam? Apakah Islam mendukung penuh di bidang pertanian? Semuanya akan dijelaskan berikut ini.
Merunut pada tujuan awal manusia diciptakan yakni sebagai khalifah di muka bumi ini dan juga beribadah kepada Allah SWT. Manusia sebagai khalifah, berarti manusia diberikan tanggung jawab yang besar oleh Allah SWT untuk mengelola bumi dengan segala isinya sehingga dapat bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Bermanfaat bagi kemaslahatan bersama juga merupakan termasuk ibadah kepada Allah SWT. Dengan mengelola bumi beserta semua isinya, berarti manusia diberikan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus meninggalkan konsekuensi yang merusak alam. Lalu, kegiatan apa saja yang sekiranya mengelola bumi dengan segala isinya namun tidak meninggalkan konsekuensi yang merusak alam? Dari banyaknya kegiatan dan pekerjaan manusia yang acapkali kita temui sekarang ini, menurut saya hanya bertani dan mengelola tanaman lah yang memenuhi standar kriteria di atas. Karena seorang petani itu bukan hanya pekerjaan yang hanya untuk menghasilkan uang lalu dipakai untuk memenuhi kebutuhan, melainkan pekerjaan yang membutuhkan kedisiplinan, kesabaran, juga ketelatenan. Dimana sifat tersebut dipupuk karena mereka mengelola tanah, merawat tanaman, menyiram pepohonan, memupuk tumbuh-tumbuhan. Lalu kegiatan tersebut berimplikasi positif baik langsung maupun tidak langsung, seperti melestarikan alam karena merawat tumbuh-tumbuhan dan mengelola tanah dengan baik, juga membantu masyarakat untuk menyediakan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan untuk keperluan pangan maupun obat-obatan.
Lalu, kita melompat jauh dengan membandingkan makanan pokok di Indonesia dengan makanan pokok di zaman Rasulullah SAW. Dilihat dari sisi geografis dan adat istiadatnya, maka dapat dipastikan sama sekali berbeda. Ini bisa terlihat jelas dari letak Mekkah dan Madinah yang berada di gurun pasir yang amat panas, tandus lagi gersang, berbanding terbalik dengan di Indonesia, walaupun tidak ada musim dingin dan musim salju namun di Indonesia cuacanya masih lebih bersahabat dengan dua musim setiap tahunnya. Dengan letak geografisnya yang dilewati garis khatulistiwa, Indonesia memiliki keunggulan pada sisi kesuburan tanahnya. Hampir seluruh tumbuhan bisa tumbuh di tanah kita ini, tidak salah jika ada salah satu lirik lagu yang menuliskan bahwa “batu dan kayu jadi tanaman”. Maka, makanan pokoknya pun berbeda, jika Indonesia adalah beras sebagai makanan pokoknya. Maka, di zaman Rasulullah SAW adalah roti, daging, susu, dan kurma. Roti terbuat dari gandum, daging dan susu berasal dari hewan ternak, sedangkan kurma merupakan salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh di gersangnya gurun Arab saat itu hingga sekarang. Roti yang menjadi makanan pokok sehari-hari Rasulullah SAW seringnya adalah sya’ir, selain khintah dan bur. Sya’ir, khintah, dan bur ketiganya merupakan jenis roti yang terbuat dari gandum. Namun, sya’ir merupakan roti yang terbuat dari gandum kualitas rendah yang bahkan kualitasnya setara dengan makanan campuran untuk hewan ternak. Jika ingin dikonsumsi manusia, biasanya gandum kualitas rendah tersebut harus melalui proses penghalusan lagi lalu jadilah sya’ir. Lalu daging dan susu yang biasanya dikonsumsi di zaman Rasulullah SAW berasal dari daging unta dan kambing. Berbeda dengan yang ada di Indonesia yang mayoritas susu berasal dari sapi dan dagingnya berasal dari daging ayam dan sapi. Selanjutnya adalah kurma. Kenapa saya menggolongkan kurma sebagai makanan pokok di zaman Rasulullah SAW? Padahal kita jamak sekali mengenal buah tersebut sebagai buah untuk ta’jil buka puasa pendamping gorengan dan es kelapa, bukan? Karena, kurma merupakan salah satu makanan yang memiliki keutamaan sehingga Rasulullah setiap hari saat masuk waktu dhuha, yakni pagi menjelang siang, selalu mengkonsumsi tujuh buah kurma ajwa’(matang).
Dengan adanya perbedaan makanan pokok di Indonesia dengan zaman Rasulullah, kita dapat mengetahui satu hal yakni di zaman Rasullulah pun makanan pokoknya berasal dari pertanian yakni gandum dan kurma. Maka jelas sekali bahwa pertanian pun tidak asing di kehidupan Rasulullah SAW. Bukti otentik yang lain berupa, pada saat kaum Muhajirin datang ke Madinah untuk mengungsi karena kondisi kota Mekkah yang dirasa tidak aman oleh Rasulullah SAW. Sesampainya di Madinah, kaum Anshar menerima mereka dengan baik dan juga hangat. Bahkan, kaum Muhajirin ditawari harta dan rumah kaum Anshar untuk dipakai serta ditinggali bersama. Namun, Rasulullah SAW memutuskan untuk tidak menerimanya, melainkan meminta izin untuk menggarap lahan-lahan yang tidak dipakai oleh kaum Anshar dan sisanya dibuatkan untuk rumah tinggal bagi kaum Muhajirin. Maka, sudah jelas bahwa pertanian sudah lekat dengan keseharian panutan kita, Rasul kita Rasulullah SAW. Selepas masa Rasulullah SAW wafat, peneliti di bidang pertanian pun muncul ditandai dengan munculnya kitab al-Filaha al-Nabatiyyakarya Ibn Wahsyiyya yang berisi tentang dasar-dasar pertanian.
Dalam Al-Qur’an sendiri ada ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pertanian, seperti diantaranya, QS. Yasin ayat 33-35, QS. Al-Nahl ayat 10-11, dan QS. Al-An’am ayat 99. Didalamnya diceritakan tentang bagaimana tumbuh-tumbuhan bisa hidup karena disiram oleh air hujan, lalu tumbuhan tersebut dapat tumbuh, dan itu merupakan salah satu wujud kebesaran Allah SWT jika kita bisa merefleksikannya dengan baik. Selain itu, dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam memberi perhatian khusus terhadap pertanian. Kita dituntut untuk meyakini bahwa Allah SWT telah menyediakan segala sesuatunya untuk kebutuhan hidup hamba-hambaNya. Diantaranya berupa rantai proses air yang maha dahsyat dimana air hujan diproses dari air laut yang sejatinya air tersebut telah kita manfaatkan untuk kebutuhan kita sehari-hari lalu diproses sedemikian rupa agar air tersebut dapat dipakai lagi dengan mekanisme air hujan. Karenanya juga kehidupan ini berlangsung, lalu terjalinlah rantai makanan pada makhluk hidup yang ada di bumi ini. Proses-proses seperti inilah yang menyentil logika manusia sehingga menuangkannya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal inilah yang membuktikan bahwa dunia Islam sangat berdampingan dengan pertanian dan sangat mendukung karena pertanian itu sangat bermanfaat untuk kebutuhan manusia baik untuk kebutuhan pangan maupun kebutuhan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar