Nasi
sudah menjadi kebutuhan pangan yang pokok bagi masyarakat di Indonesia. Mengapa
begitu? Karena, disinyalir bahwa negara kita ini merupakan negara agraria yang
mempunyai produksi komoditi pertanian yang melimpah. Namun, akhir-akhir ini di
pemberitaan jamak kali terjadi negara kita malah mengimpor beras dari Vietnam
dengan alasan untuk mencukupi kebutuhan pangan kita. Lalu, jika kita merunut
masa lalu, apakah di zaman Rasulullah warganya mengonsumsi makanan pokok yang
sama dengan kita? Atau malah tidak sama sekali bergantung dari produk pertanian
makanan pokok mereka di zaman itu mengingat daerah Timur Tengah sana merupakan
daerah yang tandus dan gersang? Kalau begitu bagaimana hubungannya dengan
pertanian dan Islam? Apakah Islam mendukung penuh di bidang pertanian? Semuanya
akan dijelaskan berikut ini.
Merunut
pada tujuan awal manusia diciptakan yakni sebagai khalifah di muka bumi ini dan
juga beribadah kepada Allah SWT. Manusia sebagai khalifah, berarti manusia
diberikan tanggung jawab yang besar oleh Allah SWT untuk mengelola bumi dengan
segala isinya sehingga dapat bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Bermanfaat
bagi kemaslahatan bersama juga merupakan termasuk ibadah kepada Allah SWT.
Dengan mengelola bumi beserta semua isinya, berarti manusia diberikan tanggung
jawab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus meninggalkan konsekuensi
yang merusak alam. Lalu, kegiatan apa saja yang sekiranya mengelola bumi dengan
segala isinya namun tidak meninggalkan konsekuensi yang merusak alam? Dari
banyaknya kegiatan dan pekerjaan manusia yang acapkali kita temui sekarang ini,
menurut saya hanya bertani dan mengelola tanaman lah yang memenuhi standar
kriteria di atas. Karena seorang petani itu bukan hanya pekerjaan yang hanya
untuk menghasilkan uang lalu dipakai untuk memenuhi kebutuhan, melainkan
pekerjaan yang membutuhkan kedisiplinan, kesabaran, juga ketelatenan. Dimana
sifat tersebut dipupuk karena mereka mengelola tanah, merawat tanaman, menyiram
pepohonan, memupuk tumbuh-tumbuhan. Lalu kegiatan tersebut berimplikasi positif
baik langsung maupun tidak langsung, seperti melestarikan alam karena merawat
tumbuh-tumbuhan dan mengelola tanah dengan baik, juga membantu masyarakat untuk
menyediakan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan untuk keperluan pangan
maupun obat-obatan.
Lalu,
kita melompat jauh dengan membandingkan makanan pokok di Indonesia dengan
makanan pokok di zaman Rasulullah SAW. Dilihat dari sisi geografis dan adat
istiadatnya, maka dapat dipastikan sama sekali berbeda. Ini bisa terlihat jelas
dari letak Mekkah dan Madinah yang berada di gurun pasir yang amat panas,
tandus lagi gersang, berbanding terbalik dengan di Indonesia, walaupun tidak
ada musim dingin dan musim salju namun di Indonesia cuacanya masih lebih
bersahabat dengan dua musim setiap tahunnya. Dengan letak geografisnya yang
dilewati garis khatulistiwa, Indonesia memiliki keunggulan pada sisi kesuburan
tanahnya. Hampir seluruh tumbuhan bisa tumbuh di tanah kita ini, tidak salah
jika ada salah satu lirik lagu yang menuliskan bahwa “batu dan kayu jadi
tanaman”. Maka, makanan pokoknya pun berbeda, jika Indonesia adalah beras
sebagai makanan pokoknya. Maka, di zaman Rasulullah SAW adalah roti, daging,
susu, dan kurma. Roti terbuat dari gandum, daging dan susu berasal dari hewan
ternak, sedangkan kurma merupakan salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh di
gersangnya gurun Arab saat itu hingga sekarang. Roti yang menjadi makanan pokok
sehari-hari Rasulullah SAW seringnya adalah sya’ir, selain khintah dan bur.
Sya’ir, khintah, dan bur ketiganya merupakan jenis roti yang terbuat dari
gandum. Namun, sya’ir merupakan roti yang terbuat dari gandum kualitas rendah yang
bahkan kualitasnya setara dengan makanan campuran untuk hewan ternak. Jika
ingin dikonsumsi manusia, biasanya gandum kualitas rendah tersebut harus
melalui proses penghalusan lagi lalu jadilah sya’ir. Lalu daging dan susu yang
biasanya dikonsumsi di zaman Rasulullah SAW berasal dari daging unta dan
kambing. Berbeda dengan yang ada di Indonesia yang mayoritas susu berasal dari
sapi dan dagingnya berasal dari daging ayam dan sapi. Selanjutnya adalah kurma.
Kenapa saya menggolongkan kurma sebagai makanan pokok di zaman Rasulullah SAW?
Padahal kita jamak sekali mengenal buah tersebut sebagai buah untuk ta’jil buka
puasa pendamping gorengan dan es kelapa, bukan? Karena, kurma merupakan salah
satu makanan yang memiliki keutamaan sehingga Rasulullah setiap hari saat masuk
waktu dhuha, yakni pagi menjelang siang, selalu mengkonsumsi tujuh buah kurma
ajwa’(matang).
Dengan
adanya perbedaan makanan pokok di Indonesia dengan zaman Rasulullah, kita dapat
mengetahui satu hal yakni di zaman Rasullulah pun makanan pokoknya berasal dari
pertanian yakni gandum dan kurma. Maka jelas sekali bahwa pertanian pun tidak
asing di kehidupan Rasulullah SAW. Bukti otentik yang lain berupa, pada saat
kaum Muhajirin datang ke Madinah untuk mengungsi karena kondisi kota Mekkah
yang dirasa tidak aman oleh Rasulullah SAW. Sesampainya di Madinah, kaum Anshar
menerima mereka dengan baik dan juga hangat. Bahkan, kaum Muhajirin ditawari
harta dan rumah kaum Anshar untuk dipakai serta ditinggali bersama. Namun,
Rasulullah SAW memutuskan untuk tidak menerimanya, melainkan meminta izin untuk
menggarap lahan-lahan yang tidak dipakai oleh kaum Anshar dan sisanya dibuatkan
untuk rumah tinggal bagi kaum Muhajirin. Maka, sudah jelas bahwa pertanian
sudah lekat dengan keseharian panutan kita, Rasul kita Rasulullah SAW. Selepas masa
Rasulullah SAW wafat, peneliti di bidang pertanian pun muncul ditandai dengan
munculnya kitab al-Filaha al-Nabatiyyakarya Ibn Wahsyiyya yang berisi tentang
dasar-dasar pertanian.
Dalam
Al-Qur’an sendiri ada ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pertanian,
seperti diantaranya, QS. Yasin ayat 33-35, QS. Al-Nahl ayat 10-11, dan QS.
Al-An’am ayat 99. Didalamnya diceritakan tentang bagaimana tumbuh-tumbuhan bisa
hidup karena disiram oleh air hujan, lalu tumbuhan tersebut dapat tumbuh, dan
itu merupakan salah satu wujud kebesaran Allah SWT jika kita bisa
merefleksikannya dengan baik. Selain itu, dari ayat-ayat tersebut dapat
dipahami bahwa Islam memberi perhatian khusus terhadap pertanian. Kita dituntut
untuk meyakini bahwa Allah SWT telah menyediakan segala sesuatunya untuk
kebutuhan hidup hamba-hambaNya. Diantaranya berupa rantai proses air yang maha
dahsyat dimana air hujan diproses dari air laut yang sejatinya air tersebut
telah kita manfaatkan untuk kebutuhan kita sehari-hari lalu diproses sedemikian
rupa agar air tersebut dapat dipakai lagi dengan mekanisme air hujan. Karenanya
juga kehidupan ini berlangsung, lalu terjalinlah rantai makanan pada makhluk
hidup yang ada di bumi ini. Proses-proses seperti inilah yang menyentil logika
manusia sehingga menuangkannya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal inilah yang membuktikan bahwa dunia Islam sangat berdampingan dengan
pertanian dan sangat mendukung karena pertanian itu sangat bermanfaat untuk
kebutuhan manusia baik untuk kebutuhan pangan maupun kebutuhan lainnya.